Mobil ambulans yang mengangkut jenazah Okwudili tiba di yayasan milik Rina itu, Rabu siang, disambut dengan poster bertuliskan "Welcome Home Uncle Dili".
Kedatangan jenazah juga diiringan lantunan tembang bernuansa reggae yang ternyata ciptaan Dili.
Musik reggae tersebut sudah diputar sebelum jenazah tiba di ruah duka dan terus mengalun sampai jenazah datang. Namun suasana duka sangat terasa menyambut kedatangan jenazah tersebut.
Rina mengaku telah mengenal Dili sejak mendampinginya di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan pada 2004, sehingga hubungan keduanya terjalin cukup akrab.
"Saya mendampinginya (Dili, red.) sejak 2004. Kehidupan masa lalu Dili memang cukup pahit, dia sudah menjadi anak yatim sejak umur tujuh minggu dan dititipkan kepada neneknya," katanya.
Selama 11 tahun itu, Rina memberikan pendampingan rohani kepada Dili, termasuk mengajak anak-anak asuhnya untuk mengunjungi Dili di LP Nusakambangan sehingga kedekatan pria yang akrab disapa "Uncle Dili" dengan anak-anak panti asuhan terjalin erat.
"Dia (Dili, red.) dicintai anak-anak karena pernah datang ke LP (Nusakambangan, red.). Dia sangat dekat dengan Gita Eklesia," katanya.
Dari balik jeruji besi, kata dia, Dili juga aktif melakukan berbagai kegiatan, termasuk mengarang banyak lagu dari berbagai bahasa, seperti Inggris, Indonesia, dan bahasa daerah asalnya.
Kedekatannya dengan Yayasan Gita Eklesia, diakui Rina, membuat Dili disemayamkan di panti asuhan tersebut, serta dimakamkan di tempat pemakaman yang terletak tidak jauh dari tempat itu.
"Saat ini, jenazah Dili masih disemayamkan di aula. Rencananya, pemakaman akan dilakukan sekitar pukul 15.00 WIB setelah dilakukan serangkaian doa," katanya.
Rina menceritakan Dili sempat menyampaikan pesan terakhirnya, yakni permintaan maaf kepada anak-anak panti asuhan karena tidak bisa memasakan mereka lagi sebagaimana saat berkunjung ke LP.
Okwudili adalah salah satu dari delapan terpidana kasus narkoba yang dieksekusi mati pada Rabu dini hari di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Delapan terpidana mati itu, Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brazil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), dan Okwudili Oyatanze (Nigeria).
Sementara, eksekusi mati terhadap terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, ditunda pelaksanaannya, karena perekrut Jane sudah menyerahkan diri ke Kepolisian Filipina, sehingga kesaksian Jane sangat menentukan.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015