"Tidak jelasnya tapal batas TNBK, sehingga membuat bingung masyarakat yang bermukim di sekitar TNBK, sehingga tidak mengetahui mana yang boleh dikelola dan tidak," kata Deputi Director Lanting Borneo Kalbar, Dominikus Uyub saat dihubungi di Putussibau, Selasa.
"Di dalam kawasan TNBK memang terdapat zona, di antaranya zona tradisional yang dapat dimanfaatkan, tetapi kenyataannya sekarang masyarakat tidak mengetahui di mana zona tersebut," ungkap Uyub.
Menurut dia, sosialisasi dari pengelola TNBK saat ini sangat kurang.
"Ketika masyarakat mau mengambil kayu untuk bahan bangunan saja, ada ketakutan karena sering dirazia dari Dinas Kehutanan, maupun pihak taman nasional," kata Uyub.
"Kalau hutan itukan sudah dikelola masyarakat adat secara turun temurun, mestinya harus diberikan pada masyarakat. Karena masyarakat itu lebih dulu ada sebelum taman itu ditetapkan menjadi taman nasional. Dan perusak hutan di taman itu bukan masyarakat setempat, tapi para cukong dari luar, seperti dari Malaysia," ujarnya.
TNBK adalah kawasan konservasi terluas di Propinsi Kalbar, yakni seluas 800 ribu hektare. Topografi berbukit dan bergunung-gunung, serta hamparan ratusan sungai-sungai karakteristik yang menonjol dari TNBK selain potensi keanekaragaman hayatinya yang luar biasa.
Pewarta: Andilala dan Andre
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015