Cilacap (ANTARA News) - Tim pengacara terpidana mati kasus narkoba Rodrigo Gularte menolak notifikasi pelaksanaan eksekusi karena terpidana mengalami gangguan jiwa.

"Kami tegas menolak eksekusi mati, bagaimana mungkin eksekusi dilakukan terhadap penderita gangguan jiwa. Rodrigo jelas-jelas sakit jiwa, dan napi-napi tahu betul hal ini," kata anggota tim pengacara Rodrigo Gularte, Chritina Windiarti, di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Jawa Tengah, Sabtu malam.

Christina mengatakan hal itu usai menghadiri pertemuan di Pulau Nusakambangan terkait pemberitahuan pelaksanaan eksekusi mati tahap kedua.

Menurut dia, ada sembilan terpidana mati yang menerima notifikasi eksekusi, salah satunya Rodrigo Gularte

Christina akan terus melakukan upaya hukum agar Rodrigo batal dieksekusi mati. "Kami akan berusaha semaksimal mungkin," katanya.

Sedangkan penasihat hukum terpidana mati Raheem Agbaje Salami, Utomo Karim, pasrah atas notifikasi eksekusi yang diterima kliennya.

"Kami sudah terima notifikasi soal itu (eksekusi mati) pada hari Selasa (28/4), namun kami tidak tahu apakah Selasa malam atau Rabu (29/4) dini hari. Kalau tidak salah, ada tujuh (orang) yang terima notifikasi," katanya.

Ia mengatakan notifikasi itu dibacakan oleh masing-masing jaksa eksekutor di hadapan terpidana mati, penasihat hukum, dan perwakilan negara asal terpidana.

Menurut dia, terpidana mati yang menerima notifikasi eksekusi kemungkinan bertambah.

Disinggung permintaan terakhir Raheem, dia mengatakan masih tetap seperti dulu, di antaranya ingin dimakamkan di Madiun, Jawa Timur, dan eksekusinya didampingi Romo Fusi yang akan memberikan pendampingan rohani mulai Minggu (26/4).

Terkait lokasi eksekusi, dia memperkirakan tempatnya sama seperti saat eksekusi tahap pertama pada 18 Januari 2015, yakni di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan.

"Saya tidak tahu pasti tempatnya, mestinya sama dengan yang lalu (eksekusi tahap pertama)," katanya.


Pewarta: Sumarwoto
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015