Kami menyampaikan keprihatinan dan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia atas peristiwa kekerasan fisik yang terjadi saat berlangsungnya Rapat Kerja DPR RI,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR RI Setya Novanto menyampaikan maaf kepada masyarakat terkait peristiwa kekerasan fisik yang terjadi saat berlangsungnya Rapat Kerja DPR RI, sehingga diharapkan legislator menjaga etika dan perilakunya.
"Kami menyampaikan keprihatinan dan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia atas peristiwa kekerasan fisik yang terjadi saat berlangsungnya Rapat Kerja DPR RI," katanya di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II, Jakarta, Jumat.
Hal itu dikatakan dalam pidato penutupan Masa Sidang Ketiga tahun 2014-2015.
Dia mengingatkan agar semua anggota DPR RI menjaga harkat dan martabat serta kewibawaan institusi DPR. Setya juga menghimbau para legislator menjaga etika dan prilaku dalam berdemokrasi tanpa kekerasan.
"Untuk masa yang akan datang, DPR akan mentradisikan seruan untuk selalu mematuhi kode etik dan kedisiplinan selama menjalankan tugasnya," katanya.
Dia meminta pimpinan Rapat sebelum memulai rapat harus menyerukan kepatuhan terhadap kode etik dan kedisiplinan anggota DPR RI.
Di tempat terpisah anggota Komisi III DPR RI Ruhut Sitompul meminta Mahkamah Kehormatan Dewan agar segera memutus final peristiwa pemukulan yang diduga dilakukan Anggota Komisi VII DPR RI Mustofa Assegaf terhadap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari fraksi Demokrat Mulyadi.
Menurut Politikus Partai Demokrat itu agar MKD tetap menjaga kewibawaan anggota parlemen dengan lebih dulu memutuskan dari sisi etika.
"Karena proses hukumnya sampai pada persidangan paling cepat tiga bulan, jangan sampai putusan pengadilan nanti kewibawaan MKD tertantang, sehingga kepercayaan anggota DPR, masyarakat karena hanya MKD yang dapat menjaga kewibawaan lembaga dewan ini," kata Ruhut.
Dia menyerahkan sepenuhnya proses etika ini kepada MKD DPR RI namun dirinya menambahkan bahwa UU MD3 yang baru mengatur sanksi atas pelanggaran etik.
Menurut dia sanksi ringan (peringatan), sedang (pemindahan dari komisi sebelumnya ke komisi yang lain, dan tidak boleh ikut dikelengkapan lainnya).
"UU MD3 mengijinkan kewenangan kepada majelis sanksi berat yaitu memecat, dan ini kita kembalikan kepada MKD," katanya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015