Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) menegaskan Pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) masih sah dan tetap berjalan selama tiga tahun, sebelum adanya UU khusus yang mengatur tentang pengadilan tersebut. Juru bicara MA, Djoko Sarwoko di Jakarta, Jumat, mengatakan, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membiarkan Pengadilan Tipikor berjalan selama tiga tahun sampai adanya UU tentang Pengadilan Tipikor memang bisa dipahami. "Artinya, MK memang membiarkan pengadilan yang bertentangan dengan UU selama tiga tahun. Tetapi itu bisa dipahami. Karena tidak mudah dan bisa timbul masalah apabila pengadilan tipikor langsung dinyatakan tidak sah begitu saja," tuturnya. Ia menambahkan, akan sangat riskan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) apabila putusan MK soal pengadilan tipikor langsung dinyatakan berlaku saat putusan diucapkan pada Selasa, 19 Desember 2006. "Itu bisa timbul permasalahan. Nanti perkara-perkara yang disidik oleh KPK itu mau dikemanakan," ujarnya. Djoko mengatakan, MA bisa memahami putusan MK yang menyatakan pembentukan pengadilan tipikor yang hanya diatur dengan UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 dan mengakibatkan dualisme dalam upaya pemberantasan korupsi. Menurut dia, dalam UUD 1945, memang diatur bahwa semua badan peradilan dan kekuasaan kehakiman harus diatur secara tersendiri dalam suatu UU, tidak seperti pengadilan tipikor yang hanya diatur dalam UU KPK. "Idealnya, pengadilan tipikor memang harus diatur dengan UU tersendiri," katanya. Djoko menambahkan, MA siap untuk diajak berdiskusi dengan KPK dalam rangka penyusunan UU pengadilan tipikor yang harus selesai dalam waktu tiga tahun. MA, lanjut dia, bahkan sudah pernah memberikan masukan kepada KPK agar pembentukan pengadilan tipikor diatur dalam UU tersendiri. Djoko juga menyarankan agar penyusunan UU tipikor di DPR juga dibarengi dengan penyempurnaan UU KPK. Mengenai usulan beberapa pakar hukum agar Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai payung hukum sementara untuk keberadaan pengadilan tipikor sebelum adanya UU khusus tentang pengadilan itu, Djoko mengatakan, itu sepenuhnya wewenang pemerintah. "Perppu bisa saja, tapi itu terserah pemerintah," ujarnya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006