Dubai (ANTARA News) - Arab Saudi pada Selasa menghentikan serangan udara yang menargetkan kelompok gerilyawan Houthi di Yaman dan mendukung upaya solusi politik untuk mengakhiri perang saudara di negara tersebut.
Iran, yang merupakan pendukung utama Houthi, menyambut baik tindakan Arab Saudi tersebut.
"Operasi kami telah berhasil mencapai tujuannya. Arab Saudi dan negara-negara tetangga telah terbebas dari ancaman, terutama dalam hal persenjataan berat," demikian pernyataan tertulis yang disiarkan oleh kantor berita SPA.
Berakhirnya operasi militer lama itu kemudian akan diikuti oleh misi baru bernama "Operation Restoring Hope" yang akan mengkombinasukan upaya politik, diplomatik, dan militer dengan fokus pada "proses politik yang menciptakan kestabilan dan keamanan bagi Yaman."
Meski demikian, juru bicara militer Arab Saudi Brigadir Jenderal Ahmad Asseri mengatakan bahwa koalisi internasional yang dipimpin negaranya masih berwenang melancarkan serangan ke Houthi.
"Koalisi akan terus berupaya mencegah milisi Houthi untuk berpindah tempat atau melakukan serangan di Yaman," kata Asseri kepada sejumlah wartawan di Riyadh.
Sementara itu Gedung Putih juga menyambut baik langkah Arab Saudi.
"Amerika Serikat menyambut baik pengumuman dari pemerintah Arab Saudi dan negara-negara koalisi pada hari ini terkait penghentian operasi militer di Yaman," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Alistar Baskey.
Sebelumnya pada Senin lalu Amerika Serikat mengirim sebuah pesawat pengangkut dan kapal penjelajah ke perairan di sekitar Yaman untuk bergabung dengan tujuh kapal lain yang sudah terlebih dahulu berada di area yang sama.
Menurut keterangan Pentagon, kapal-kapal itu mengemban misi memastikan kebebasan navigasi di jalur pelayaran penting menuju Laut Merah dan Terusan Suez.
Salah satu tugas lainnya adalah untuk mengawasi kapal kargo dari Iran yang mendekati Yaman untuk memastikan bahwa kelompok Houthi tidak mendapatkan pasokan senjata dari Tehran.
Pada Selasa, Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengingatkan Iran agar tidak mengirim senjata ke Yaman karena berpotensi dapat mengganggu pelayaran perdagangan di kawasan sekitar.
Perang di Yaman yang telah berlangsung selama empat pekan telah memakan korban tewas sebanyak 944 orang dan korban luka 3.487, demikian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Selasa.
Perwakilan WHO Rana Sidani, menurut laporan Reuters, mengatakan bahwa jumlah tersebut hanya dihitung berdasarkan laporan dari rumah sakit kepada Kementerian Kesehatan setempat. Total korban yang sebenarnya jauh lebih besar.
(G005)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015