Jakarta (ANTARA News) - Pakar psikologi politik Universitas Indonesia Prof Hamdi Muluk menilai Warga Negara Indonesia (WNI) ) yang pergi ke Timur Tengah dan bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ibarat orang keracunan, yakni keracunan ideologi radikalisme.
"Penawar untuk melawan racun itu adalah meyakinkan mereka bahwa NKRI yang berdasar Pancasila adalah terbaik dan bisa membawa kehidupan manusia yang baldatun thoyyibatun warobbun ghofur, yang arti harfiahnya adalah negeri yang sentosa, adil, dan makmur di bawah lindungan Tuhan Yang Maha Pengampun," kata Hamdi di Jakarta, Rabu.
Menurut Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia itu, WNI yang nekat pergi ke Suriah merasa tidak puas berada di Indonesia karena mereka berpikir di Indonesia sudah tidak ada harapan lagi, sehingga berharap bisa tinggal di negara utopis (khayalan) yang disebut negara Islam.
Kondisi itu dipicu dengan keadaan Indonesia yang masih karut marut ditambah korupsi yang masih merajalela dan ketidakadilan, serta kelakuan pejabat yang tidak benar.
"Itu membuat daya tarik Indonesia di mata mereka menjadi rendah sehingga mereka berbondong-bondong ingin ke sana. Apalagi ada jaminan masa depan yang dijanjikan ISIS," kata Hamdi.
Jika berpikir jernih, lanjut Hamdi, mereka seharusnya sadar bahwa ISIS bukan negara impian mereka karena sangat tidak islami, yang tercermin dari berbagai aksi kebengisan dan tindakan tidak berperikemanusiaan. Secara logika, ISIS sebenarnya adalah negara darurat dan tidak ada ketenteraman di sana.
Hamdi meyakini adanya indoktrinasi, bahkan pembaiatan, terhadap WNI yang pergi ke Suriah, sebelum mereka berangkat meninggalkan Tanah Air.
"Inilah yang sekarang menjadi tugas seluruh bangsa Indonesia untuk membuat benteng antisipasi terhadap gerakan-gerakan radikalisme tersebut," katanya.
Hamdi mengatakan bahwa counter radikalisasi harus terus dilakukan seluruh masyarakat bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan badan-badan terkait lainnya.
"Intinya, bagaimana bisa menyaring para remaja agar tidak ikut pengajian yang berhaluan keras. Mereka harus punya rasa cinta Tanah Air yang tinggi serta pemahaman agama benar, terlebih remaja biasanya sangat mudah terkena rayuan karena pemahaman mereka masih sepotong-sepotong," katanya.
Sementara itu, anggota DPR RI dari Fraksi PKB KH Maman Imanulhaq mengatakan, cinta Tanah Air atau nasionalisme bisa menjadi senjata untuk memerangi masuknya paham radikalisme dari mana pun.
"Kita mengatakan Islam Indonesia, Kristen Indonesia, tetapi kita sepakat dengan identitas masing-masing sehingga
toleransi berjalan dengan baik dan bisa berpikir moderat dalam memahami perbedaan," katanya.
Di sisi lain, kata dia, perlu ada peningkatan kesejahteraan, keadilan, kepastian hukum, serta pemberantasan korupsi yang sungguh-sungguh.
"Kemiskinan dan kebodohan membuat orang mau bergabung dengan kelompok radikal," katanya.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015