... burung raja udang mampu berpindah dari satu medium (udara) ke medium lain (air) dengan super cepat dan nyaris tanpa menimbulkan gelombang...
Bogor (ANTARA News) - Pernahkah Anda memperhatikan burung-burung yang terbang dalam kawanan saat bermigrasi ? Biasanya mereka membentuk formasi tertentu, yang paling sering adalah formasi huruf V.


Formasi itu, dari sisi aerodinamika dan efisiensi pemakaian energi ternyata memiliki dampak mengagumkan, yaitu mempertinggi pemanfaatan aerodinamika akibat turbulensi udara yang berkurang dan berujung pada meminimalkan pemakaian energi burung.


Jihad dari Bird Conservation Officer Burung Indonesia, organisasi pelestarian burung liar, di Bogor, Rabu, mengatakan, saat burung mengepakkan sayap, akan muncul pusaran udara dari tiap ujung sayapnya. Dalam aerodinamika dinamakan vorteks.


Pusaran udara ini mengakibatkan udara yang berada tepat di belakang burung tersebut akan terdorong ke bawah. Sementara udara di sisi samping dan belakang akan terdorong ke atas, dan gabungan keduanya akan berputar sedemikian rupa dengan arah berlawanan pada ujung sayap kanan dan sayap kiri.


Vorteks itu --pada luasan dan jarak tertentu-- memberi manfaat pada obyek bergerak lain di udara yang ada di dekatnya. Semakin besar burung atau pesawat terbang itu, semakin besar vorteksnya, dan semakin jauh area yang bisa terdampak.

"Akibatnya, ketika ada burung lain yang terbang di sisi tersebut, burung itu akan mendapat 'tumpangan' gratis dan menghemat energinya untuk terbang," kata Jihad.

Ia mengatakan dengan formasi huruf V, hanya burung yang terdepan alias pemimpin formasi yang mengeluarkan energi lebih. Karena itu, agar semua burung yang terbang dalam formasi tersebut dapat menghemat energi, mereka bertukar posisi secara bergiliran menjadi pemimpin formasi.

"Formasi seperti ini umum dilakukan jenis bebek, atau angsa saat melakukan perjalanan jarak jauh, seperti migrasi musim dingin, untuk menghemat energi," katanya.

Dijelaskannya, strategi burung untuk menghemat energi terbang atau melayang tersebut menjadi inspirasi bagi manusia. Formasi terbang V misalnya, digunakan pesawat tempur untuk menghemat bahan bakar saat terbang. Sementara pemanfaatan aliran udara panas layaknya raptor digunakan manusia dalam olah raga paralayang.

"Tak hanya menjadi inspirasi untuk menghemat energi di udara, burung juga menjadi sumber inspirasi hemat energi di darat," katanya.

Menurut Jihad, seorang Kepala Teknisi Kereta dan pengamat burung asal Jepang, Eiji Nakatsu, menemukan inspirasi dari burung raja udang yang mampu menyelam dengan kecepatan tinggi dari udara ke dalam air untuk menangkap ikan, dengan hanya menimbulkan sedikit percikan air.

Artinya, lanjut dia, cekakak atau burung raja udang mampu berpindah dari satu medium (udara) ke medium lain (air) dengan super cepat dan nyaris tanpa menimbulkan gelombang.


Pergerakan dengan kecepatan tinggi melewati dua medium berbeda itu sama halnya dengan yang dialami shinkansen kereta super cepat asal Jepang, ketika memasuki terowongan karena perubahan tekanan udara yang tiba-tiba.

"Nakatsu berpikir kereta yang memiliki kecepatan hingga 300 km/jam perlu memiliki bentuk moncong seperti paruh burung raja udang," kata dia.

Jihad menambahkan, selain mengurangi kebisingan, perubahan bentuk moncong kereta menyerupai paruh Raja Udang ini bahkan mengoptimalkan kecepatan sekaligus meminimalkan penggunaan energi listrik.

"Menurut Nakatsu, bentuk moncong Shinkansen seri 500 yang mengadopsi paruh burung raja udang berhasil menurunkan tekanan udara sebanyak 30 persen, penggunaan energi listrik turun 15 persen, dan kecepatan naik 10 persen dibandingkan shinkansen seri terdahulu," katanya.

Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia atau Burung Indonesia menjalin kemitraan dengan Birdlife International yang berkedudukan di Inggris.


Memperingati Hari Bumi, burung Indonesia mengajak masyarakat bersama-sama melestarikan bumi dan menghemat energi seperti yang dilakukan burung.

Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015