Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah tengah mengkaji kemungkinan menjual bahan bakar nabati (biofuel) dengan harga sesuai mekanisme pasar mulai tahun 2007 dan saat ini terus membahas masalah tersebut dengan para produsen biofuel.
"Selanjutnya, kita akan berbicara dengan pabrikan kendaraan bermotor. Karena, ada pabrikan keberatan dengan porsi biofuel yang lebih dari tiga persen," kata Direktur Pembinaan Usaha Hilir Ditjen Migas Departemen ESDM Erie Soedarmo di Jakarta, Kamis.
Saat ini, hanya PT Pertamina yang menjual biofuel dengan harga sama bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Biodiesel yang sejenis solar dijual Rp4.300 dan bioetanol yang serupa premium Rp4.500.
Erie juga mengatakan, para penjual BBM yakni Pertamina, Shell, dan Petronas tidak akan keberatan menjual biofuel dengan harga pasar.
Namun, ia menyatakan ketidaksetujuannya apabila para penjual BBM tersebut diwajibkan menjual biofuel sesuai harga pasar.
"Sulit kalau diwajibkan, karena terkait dengan sejumlah aspek lainnya," katanya.
Mengenai pemberian insentif bagi pengembangan biofuel, Erie mengatakan, insentif yang bisa diberikan Menteri ESDM hanya terkait perijinan dan komposisinya.
"Sementara, pengembangan biofuel ini juga menyangkut sektor lainnya yang harus dikoordinasikan dengan baik," katanya.
Ia mencontohkan, bagaimana upaya menciptakan harga yang baik di dalam negeri agar produsen bahan baku biofuel tidak memilih ekspor.
"Memang bisa saja dengan menaikkan bea ekspor, tapi itu tidak bagus apabila harga dalam negeri tidak diperbaiki. Atau, misalnya mengurangi beban-beban yang lain, sehingga harganya baik di dalam negeri. Semua harus ikut di dalam pembahasan, termasuk industri kendaraan bermotor," ujarnya.
Ia juga mengatakan, meski harganya tinggi, biofuel tetap laku di luar negeri karena di negara lain ada aturan yang mengikat seperti mengenakan pajak lingkungan tinggi buat BBM.
"Masyarakat di sana dipaksakan pakai biofuel. Memberikan hukuman atau penalti jelas akan membuat penggunaan biofuel lebih banyak," katanya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006