London (ANTARA News) - Sebanyak 300 peserta dari Eropa dan juga berbagai kawasan dunia lainnya menghadiri Konferensi Tuna Eropa yang membahas "ilegal fishing" (IUU Fishing) dan perbudakan modern dalam industri perikanan yang diadakan di Brussel.
Peserta Konferensi Tuna Eropa memberikan apresiasi kepada Indonesia atas kebijakan tegas dalam melawan IUUF.
Dalam Konferensi ini, penyelenggara menampilkan cuplikan video "Environment Justice Foundation" (EJF) tentang perbudakan dalam industri perikanan Thailand yang menyita perhatian peserta, demikian Counsellor KBRI Brusel, Riaz J.P. Saehu kepada Antara London, Selasa.
Penyelenggara Konferensi Tuna Eropa juga mengundang wakil Indonesia untuk menjadi panelis untuk menyampaikan kebijakan tegas Pemerintah Indonesia dalam melawan IUU Fishing dan penanganan kasus Benjina.
Dalam hal ini, Dubes Arif Havas Oegrosen, pejabat Penanggung Jawab Kedaulatan Maritim, Kemenko Maritim memberikan paparan bersama dengan tiga panelis lainnya, yaitu Stefaan Depypere, Direktur Kerja sama Internasional dari Komisi Perikanan Uni Eropa Javier Garat dari Asosiasi Perikanan Tuna Spanyol dan Irene Vidal dari EJF.
Pada kesempatan ini Dubes Arif Havas Oegroseno menyampaikan secara rinci langkah-langkah tegas Indonesia dalam melawan IUUF termasuk kebijakan moratorium, larangan "transhipment", pembentukan Satgas Anti-IUUF, evaluasi dan verifikasi kapal-kapal perikanan serta penenggelaman 24 kapal asing dan pemulangan 543 ABK asing ke negara asalnya.
Selain itu, juga dijelaskan langkah cepat Indonesia dalam mengirimkan Tim ke Benjina yang dipimpin Dirjen PSDKP-KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) Asep Burhanudin, termasuk evakuasi warga Myanmar, Kamboja dan Laos dari Benjina ke Tual atas pertimbangan keselamatan mereka.
Dubes Havas juga mengingatkan kepada Uni Eropa sebagai pasar terbesar di dunia yang mengkonsumsi 25 persen "seafood" global agar melakukan "due-diligence" lebih cermat lagi, tidak membeli seafood hasil IUUF serta bekerja sama dengan Indonesia dalam bidang kesinambungan perikanan.
Selain itu, Dubes Havas juga meminta UE memperluas sanksi terhadap negara pelaku IUUF tidak hanya pemberian kartu merah, tetapi juga sanksi ekonomi yang lain.
Indonesia juga meminta UE membantu Indonesia dan negara-negara lain dalam memperjuangkan "illegal fishing" sebagai kejahatan lintas negara, mengingat banyaknya kasus pelanggaran HAM yang terdapat dalam industri perikanan negara-negara pelaku IUUF.
Dalam rangka sosialisasi lebih lanjut kebijakan tegas Indonesia melawan IUUF dalam acara ini, Dirjen PH2HP - KKP Saut Hutagalung, melakukan berbagai pendekatan terhadap para pengusaha Tuna Eropa serta organisasi di bidang perikanan berkelanjutan dan juga wakil-wakil perguruan tinggi yang hadir dalam Konferensi ini.
Saut Hutagalung juga mengadakan pertemuan dengan Menteri Perikanan Maladewa, guna saling tukar informasi dan pengalaman melawan IUUF.
Peserta Konferensi Tuna Eropa memberikan apresiasi kepada Indonesia atas kebijakan tegas dalam melawan IUUF. Banyak peserta yang tidak melihat penenggelaman kapal pelaku IUUF oleh Indonesia sebagai suatu hal yang bermasalah, mengingat IUUF merupakan kegiatan yang merusak ekosistem, lingkungan hidup dan bahkan melanggar HAM.
Wakil UE, Stefaan Depypere dalam paparannya menyampaikan bahwa UE akan terus menerapkan sistem pemberian kartu kuning dan kartu merah kepada negara-negara yang tidak kooperatif dalam memberantas IUUF, dan negara yang terkena kartu merah tidak diperbolehkan melakukan ekspor ke UE.
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015