Sella Panduarsa

Palembang (ANTARA News) - Demam batu akik yang saat ini sedang melanda masyarakat Indonesia diprediksi tidak akan seperti tren tanaman antorium atau gelombang cinta pada masanya, di mana harganya sempat melonjak sesaat kemudian anjlok seketika.

"Kelihatannya untuk batu-batuan ini tidak seperti antorium, karena berpotensi untuk berlanjut," kata Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Euis Saedah di Jakarta, Selasa.

Euis mengatakan, Kemenperin berupaya untuk menjaga kestabilan euforia batu-batuan tersebut dengan meningkatkan mutu para perajin batu di tanah air.

Menurutnya, Kemenperin selama ini memberikan pelatihan tentang memotong dan menggosok batu dengan benar, serta memberikan bantuan mesin pemotong dan penggosok batu.

"Kami juga mencoba membuat standarisasi terhadap batu-batuan tersebut. Namun, hal ini membutuhkan waktu untuk mengkajinya lebih dalam," kata Euis.

Euis menambahkan, Kemenperin juga akan berusaha melindungi hak kekayaan intelektual para perajin batu yang mendesain berbagai bentuk batu di Indonesia.

Euis mengatakan, pihaknya juga sedang mengirim beberapa jenis batu ke Taiwan untuk mengetahui tentang seni lain dari batu, yang tidak hanya bisa dibentuk menjadi batu akik.

"Di Taiwan ada mesin yang harganya Rp500 juta, yang bisa mengukir batu. Selama ini kita hanya bisa membuat batu akik berbentu Kabusyong, yaitu bulat. Di Tiongkok, Taiwan dan Korea, batu itu bisa diukir menjadi bunga teratai, ikan," ujar Euis.

Kedepan, Euis bercita-cita untuk membuka pendidikan Diploma I untuk ilmu batu-batuan di Indonesia.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015