London (ANTARA News) - Pelaku bisnis di Uni Eropa (UE) diharapkan meningkatkan investasi di Indonesia khususnya di sektor manufaktur dalam jangka panjang karena Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar dunia di masa yang akan datang.
Demikian disampaikan para pembicara dari UE dan Indonesia saat "Conference of Indonesia" yang diselenggarakan KBRI Brussel bekerjasama dengan sebuah pemikir terkemuka UE di Brussel, Friends of Europe, pada di Brussel, kata Counsellor KBRI Brusel, Riaz JP Saehu kepada Antara London, Sabtu.
Indonesia juga tengah giat mempercepat peningkatan "competitiveness" untuk dapat bersaing dengan negara-negara tetangga khususnya menjelang dimulainya "ASEAN Economic Community" pada akhir tahun 2015 ini.
Konferensi bertajuk "Indonesia Update: Whats Really Happening in Jokowis Indonesia and Why It Matters" menghadirkan pembicara, yaitu Felia Salim, pengamat ekonomi yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur BNI (2008-2014),
Selain itu juga tampil sebagai pembicara Direktur Eksekutif The Habibie Center Rahimah Abdulrahim, Managing Director for Asia and the Pacific, European External Action Service (EEAS) Komisi Eropa Ugo Astuto dan Marc Deschamps, Director of Muslim Economic Department LAgence Wallonne lExportation et aux investissements trangers (AWEX), sedangkan Director of Policy Friends of Europe, Shada Islam bertindak selaku moderator.
Konferensi ini dihadiri ratusan peserta dari kalangan akademisi, peneliti, lembaga pemikir dan institusi Uni Eropa (UE), yaitu Parlemen Eropa dan Komisi Eropa, kalangan korps diplomatik dan media. Kegiatan ini merupakan yang ketiga kalinya diselenggarakan KBRI Brussel bekerjasama dengan Friends of Europe sejak tahun 2013.
Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Brussel, Ignacio Kristanyo Hardojo mengatakan, kerja sama KBRI Brussel dengan Friends of Europe selama tiga tahun berturut-turut dalam upaya meningkatkan profil Indonesia di Uni Eropa serta sebagai upaya mendorong hubungan Indonesia dan Uni Eropa ke kemitraan yang lebih strategis.
Kristanyo Hardojo mengatakan, konferensi ini sangat tepat diselenggarakan sebulan setelah kunjungan delegasi Parlemen Eropa dipimpin Ketua Delegasi Asia Tenggara di Parlemen Eropa Dr Werner Langen Maret lalu.
Kunjungan ini menghasilkan catatan yang sangat positif terhadap kemajuan demokrasi dan HAM di Indonesia, peningkatan kerja sama di ranah ekonomi dan investasi.
Selain itu, keinginan UE untuk belajar mengenai toleransi dan menjadikan Indonesia sebagai rujukan bagi Uni Eropa dalam mencari bentuk multikulturalisme.
Felia Salim mengatakan, Indonesia saat ini berfokus pada pembangunan infrastruktur untuk menunjang sektor produksi mengimbangi ketergantungan terhadap impor. Terdapat beberapa hal positif yang dapat dimanfaatkan Indonesia dalam hal ini, termasuk potensi Indonesia menjadi "production hub" dengan pasar terbesar di kawasan Asia Tenggara, yaitu 40 persen dari seluruh kawasan.
Rahimah Abdulrahim menyampaikan kunjungan Presiden Jokowi ke Tiongkok merupakan sebuah reafirmasi tehadap komitmen untuk menyelenggarakan kebijakan luar negeri yang bebas aktif, khususnya ketika kunjungan tersebut dilakukan bersamaan dengan kunjungan ke Jepang.
Direktur Pengembangan Ekonomi Muslim wilayah Walonia di Belgia, Marc Deschamps menyarankan pengusaha Indonesia segera menjajaki pasar produk halal di Eropa karena pasar tersebut menurutnya cukup menjanjikan.
Sementara itu, Ugo Astuto menyatakan bahwa Indonesia akan tetap menjadi mitra penting Uni Eropa. Hal ini terlihat dari tingginya jumlah kunjungan pejabat tinggi dari kedua pemerintahan.
Uni Eropa tertarik berbagi pengalaman dengan Indonesia terkait dengan pengelolaan maritim Indonesia karena Eropa mempunyai garis pantai yang cukup panjang seperti Indonesia dan memiliki banyak pengalaman dalam pengelolaan sektor perikanan.
Uni Eropa juga dapat berbagi pengetahuan tentang teknologi maritim yang mungkin dapat dimanfaatkan di Indonesia. UE juga tertarik untuk membuat skema kerja sama di bidang demokrasi karena melihat Indonesia sebagai negara paling berperan di kawasan ASEAN.
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015