Yogyakarta (ANTARA News) - Pusat Studi Forensika Digital Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Yogyakarta menghasilkan aplikasi Twit Forensic untuk membantu penegak hukum mengungkap kasus kejahatan berdasarkan barang bukti aktivitas pada twitter.
"Aplikasi itu dikembangkan oleh alumnus Program Studi Informatika Fakultas Teknologi Industri (FTI) Universitas Islam Indonesia (UII) Arif Nugrahanto," kata Kepala Pusat Studi Forensika Digital (Pusfid) FTI UII Yudi Prayudi di Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, aplikasi Twit Forensic dapat digunakan sebagai alat investigasi artefak digital twitter dengan cara melakukan analisa aktivitas pemilik akun yang bersangkutan. Aplikasi itu membantu penegak hukum melakukan analisis dan identifikasi untuk mendukung proses penyidikan.
"Meskipun belum maksimal, aplikasi itu cukup andal untuk memberikan support ketersediaan informasi awal yang diperlukan dalam proses penyidikan. Aplikasi itu juga membantu ketergantungan dari berbagai tools forensics yang dihasikan vendor luar negeri," katanya.
Selain menggunakan "tools", kata dia, ketersediaan data untuk kepentingan investigasi juga dapat diberikan oleh pihak penyedia "tools"-nya. Namun, hal itu memerlukan prosedur yang cukup rumit.
"Untuk kepentingan sederhana, data yang dapat diekstrak dari "tools" dapat memberikan informasi minimal dari aktivitas seseorang pada aplikasi twitter," katanya.
Namun, kata dia, untuk kepentingan informasi yang lebih lengkap dan kompleks, kerja sama antarinstitusi penegak hukum dengan penyedia layanan aplikasi tersebut harus dijalankan secara khusus.
"Harus diakui beberapa informasi tidak dapat diakses oleh tools pihak ketiga dan tersimpan secara khusus pada sistem internal penyedia jasa (twitter.com)," katanya.
Ia mengatakan twitter meruapakan media sosial yang semakin banyak digunakan sebagian besar masyarakat dunia. Tampilan dari twitter yang tergolong simpel dan cara komunikasi yang sederhana menjadi salah satu daya tarik dari media sosial itu.
Namun, kata dia, pengaduan masyarakat tentang hal-hal yang dianggap merugikan berdasarkan aktivitas seseorang melalui twitter sudah mulai banyak diterima penegak hukum.
"Hal itu menuntut penegak hukum untuk memiliki kemampuan baik dari aspek teknologi, pengetahuan maupun keterampilan untuk mengungkap kasus yang ditanganinya yang didasarkan pada barang bukti berupa aktivitas twitter," katanya.
Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015