Jakarta (ANTARA News) - Meski ditakdirkan menjadi anak petinggi intelijen di Tanah Air bukan berarti Diaz Hendropriyono bisa berleha-leha, ia harus memperjuangkan takdirnya sendiri.
Anak ketiga Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) era Megawati itu, Jenderal TNI (Purn) Abdullah Makhmud Hendropriyono (AM Hendropriyono), pada awal 2015 baru saja diangkat menjadi komisaris PT Telkomsel.
Banyak tudingan yang dialamatkan padanya, mulai dari numpang tenar nama sang ayah hingga perannya sebagai relawan Presiden Jokowi saat pilpres.
"Sama sekali tidak ada kesepakatan awal. Memang, Bu Rini (Menteri BUMN Rini Soemarno) meminta riwayat hidup saya, tapi saya sama sekali tidak tahu mau jadi apa," ujar Diaz saat ditemui di Jakarta, Sabtu.
Anak ketiga AM Hendropriyono itu mengaku telah kebal dari berbagai tudingan miring pada dirinya. Ia menganggap tudingan miring itu dengan sendirinya akan hilang dengan sendirinya jika memang orang yang dipilih itu mempunyai kapasitas dan kapabilitas.
Berbeda dengan ayahnya, Diaz memilih tidak menekuni dunia intelijen. Diaz memulai karirnya di sebuah majalah mingguan di Jakarta. Pengalaman di media tersebut, yang membuatnya lihai menuangkan pikirannya menjadi jurnal. Puluhan tulisannya telah diterbitkan di berbagai media di Tanah Air.
Ia juga pernah menjadi asisten penjualan PT Kia Otomotif Indonesia, menjadi Direktur PT Ulam Sari Samudra, staf di perusahaan konsultan Johnston & Associates di Washington DC Amerika, lembaga riset RAND Corporation, Direktur Pengembangan Bisnis PT Benua Etam Coal hingga Direktur Operasi PT Andalusia Andrawina.
"Saya pernah bekerja di BIN, tapi bukan jabatan struktural. Saya tidak pernah diajarin mengenai intelijen oleh ayah saya. Memegang pisau saja saya takut," terang dia.
Meski demikian, sebagai anak AM Hendropriyono, Diaz mewarisi semua teman ayahnya.
"Setiap muncul nama saya di media, wah ini anaknya si ini, jadi bahan ledekan."
Telkomsel
Disinggung mengenai tugasnya di Telkomsel, Diaz mengaku diberikan tugas oleh Menteri BUMN untuk menjaga kepentingan negara.
"Ini untuk menjaga kepentingan negara. Meski perusahaan sudah sehat, jangan sampai terlena di zona nyaman. Tentunya kita harus tahu bahwa kompetitor bisa bergerak ke mana saja dan bisa melakukan apa saja," terang dia.
Kandidat doktor publik administrasi Universitas Virginia Tech itu menjelaskan kondisi Telkomsel sangat sehat.
"Tahun lalu, Telkomsel itu revenue-nya saja sampai Rp66 triliun. Pendapatan bersihnya saja mencapai Rp19 triliun. Itu sangat sehat tahun yang lalu sampai Rp 66 triliun, papar dia.
Menurutnya, yang perlu diawasi dari Telkomsel adalah bagaimana tidak selalu merasa aman di zona nyaman. Harus ada inovasi yang dilakukan seiring perkembangan zaman.
Selain menjabat sebagai komisaris Telkomsel, saat ini Diaz juga menjabat sebagai Staf Khusus Bidang Intelijen Menteri Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno.
Oleh Indriani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015