Bandarlampung (ANTARA News) - Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban mengatakan tidak ada jati emas karena tidak jelas asal-usul induknya, bahkan dia mengatakan jati tersebut jenis "al kibuli". "Saya sudah menanyakan kepada peneliti, dari mana induknya dan tidak terdefenisi, sehingga jenis tersebut bohong atau mengibuli," kata dia, di Pondok Pesantren Al Muhsin, Kota Metro, Provinsi Lampung, Rabu (20/12). Karena itu, katanya, masyarakat jangan cepat berpaling ke salah satu jenis tanaman sebelum mendapatkan penjelasan dari pemerintah melalui dinas kehutanan. Dia pun menyarankan jika masyarakat tertarik untuk menanam jati, pilih bibit jati Cepu karena jelas induknya dan hasilnya pun sudah terbukti. Guna meningkatkan budaya menanam, dia pun menyarankan kepada para orang tua jika memiliki anak gadis dan akan dilamar, agar calon mempelai pria diwajibkan menanam tanaman tahunan. "Selain menghijaukan lahan juga menabung untuk masa depan mereka. Misalkan menaman jati dalam kurun waktu 15 tahun sudah menghasilkan, ketika itu anak buah perkawinan tersebut pada kondisi membutuhkan biaya," kata dia. Kepada para santri, MS Kaban mengajak agar berinvestasi. Ketika santri menaman, maka saat menjadi kyai sudah memanen. Apalagi, untuk tanaman keras seperti jati atau pohon lainnya, tidak perlu ditunggu dalam arti perawatan yang rumit. Sehingga, waktu berlalu tidak terasa, tahu-tahu sudah siap menebang. Tinggal 19 persen Pada kesempatan tersebut Menhut juga mengatakan bahwa klondisi hutan di Provinsi Lampung sudah mengkhawatirkan karena tinggal 19 persen dari luas daerah tersebut, semestinya minimal 30 persen, katanya. "Saya masuk ke Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, ternyata di sekitar bukit sudah beralihfungsi menjadi perladangan dengan tanaman semusim," kata dia, di hadapan para santri dan undangan lainnya. Jadi, hutan sudah tidak mampu lagi menahan air hujan yang datang, sehingga mengancam longsor. Selain itu, hal nyata adalah petani di Lampung produksinya menurun, air sawah cepat menyusut kalau kemarau dan banjir ketika musim hujan. Artinya, tegas dia, Lampung sudah mengalami perubahan lingkungan akibat kerusahan hutan. Menhut menjelaskan, salah satu bukti akibat kecerobohan manusia adalah tragedi longsor di Solok, Sumatera Barat. Padahal, curah hujan belum maksimal baru setengah jam, bagaimana kalau lebih dari itu waktunya. Selain itu, terang dia, perubahan suhu secara global pun secara nyata terasa di Bogor, tempatnya berdomisili, yang dikenal dengan kota hujan. "Ketika tahun 1978, pagi hari melihat di dapur minyak goreng membeku. Ini menandakan betapa dinginnya suhu disana. Tapi sekarang, banyak orang membuat rumah dilengkapi dengan AC," kata dia. Dia menambahkan, beberapa waktu lalu didatangi tamu dari Kedutaan Besar Inggris yang menyampaikan hasil riset tentang suhu dunia, bahwa per tahun mengalami peningkatan 2-3 derajat Celcius. Penyebab utamanya, kata dia, akibat degradasi hutan secara global. Dan yang paling ditakuti adalah hutan tropis yang berada di Indonesia. Menteri Kehutanan tersebut bersama Walikota Metro Lukman Hakim, Asisten Sekprov Bidang Pemerintahan Irham Jafar Lan Putra, Wakil Walikota Metero Djohan, pimpinan Pondok Pesantren setempat Hi Ali Fuadi Rusli, dan pejabat lainnya melakukan penanaman pohon di lingkungan pondok pesantren.(*)

Copyright © ANTARA 2006