Jakarta (ANTARA News) - Menurunkan jumlah penduduk miskin Indonesia dari 10,96 persen menjadi 10,3 persen membutuhkan upaya keras pemerintah pusat maupun daerah karena terkait persoalan-persoalan yang fundamental.
"Kita telah sentuh masalah kronis. Artinya, kita menghadapi sasaran dimana lokasi orang-orang miskin itu tinggal di daerah sulit, daerah tertinggal, daerah perbatasan," kata Deputi Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan UKM Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Rahma Irianti di Jakarta, Jumat.
Rahma mengatakan bahwa selama bertahun-tahun pemerintah telah sukses menurunkan angka kemiskinan menjadi 10,96 persen pada 2015.
Angka kemiskinan tersisa inilah, kata dia, yang memang membutuhkan upaya ekstra, terutama dari pemerintah daerah.
Pemerintah, dalam rencana jangka pendek, kata dia, telah memetakan untuk membangun sarana prasarana dasar di kabupaten, atau desa tertinggal.
Sarana dan prasarana dasar itu seperti akses air bersih, sanitasi, dan fasilitas pemberdayaan masyarakat seperti pembangunan sarana konektivitas.
"Jika pendekatan dari sasaran lokasi. Kita tuju daerah dengan indeks kesejahteraannya yang rendah. Kita bangun akses dasar dan konektivitas. Kenapa konektivitas, agar usaha mikro berkembang," ujar dia.
Menurut data Badan Pusat Statistik, hingga November 2014, angka kemiskinan Indonesia sebesar 10,96 persen dari total penduduk Indonesia atau 27,7 juta jiwa.
Jika dilihat dari persentase, provinsi yang memiliki penduduk miskin terbanyak adalah Papua sebesar 27,8 persen, dengan garis kemiskinan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Rp358 ribu.
Klasifikasi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Menurut data BPS November 2014 lalu, standar kemiskinan tertinggi terdapat di DKI Jakarta, dan Bangka Belitung, masing-masing pengeluaran per kapita per bulan Rp469 ribu dan Rp459 ribu.
Sedangkan Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan adalah pengeluaran per kapita per hari dua dollar AS.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015