Pekanbaru (ANTARA News) - Pelaksana Tugas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi, menepis persepsi komisi antirasuah itu kini menghindari perkara yang melibatkan personel kepolisian.
Terkait dengan dibebaskannya Briptu Agung Krisdianto yang sebelumnya terjaring dalam operasi tangkap tangan bersama Anggota DPR Adriansyah di Bali.
"Kalau kapok, kenapa AK itu ditangkap waktu penggerebekan dan diumumkan ke publik," kata Johan Budi pada pelatihan jurnalistik investigasi yang digelar KPK, di Pekanbaru, Kamis.
Johan menjelaskan, alasan pembebasan Agung Krisdianto karena selama pemeriksaan selama 1 x 24 jam penyidik belum ada minimal dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan status terhadap terperiksa.
"Lalu apa ia bebas, ya belum tentu karena selama penyidikan dia bisa dipanggil lagi dan kalau ada bukti bisa ditetapkam sebagai tersangka," katanya.
Johan memahami bahwa berkembangnya persepsi publik terkait pelepasan personel polisi itu kemudian dikaitkan dengan keberanian KPK yang diragukan adalah efek dari kisruh kasus dugaan korupsi Komjen Pol Budi Gunawan (BG).
"Kalau tidak ada kasus BG, pasti tak akan ada berita seperti itu. Tapi saya tidak bisa salahkan persepsi publik. Persepsi silakan saja, karena kami tidak bisa mengekang kebebasan berpendapat," ujarnya.
Ia mengatakan secara diplomatis, posisi KPK diakuinya memang lebih menahan diri demi kelangsungan lembaga itu.
"Ini bukan soal takut dan berani. Kalau didefinisikan KPK (harus) berani, maka KPK hancur, saya pilih takut. Tapi dalam konteks apakah KPK tetap berani dalam memerangi korupsi, maka saya berada paling depan," katanya.
"Pemberantasan korupsi bukan lari sprint, tapi jangka panjang. Hong Kong saja butuh 30 tahun dalam pemberantasan korupsi," lanjut Johan Budi.
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015