Washington (ANTARA News) - Pemerintah AS mengingatkan, peretas bisa membobol sistem hiburan atau entertainment dalam pesawat untuk secara fatal menyabotase sistem elektronik kokpit pada generasi baru pesawat yang terhubung dengan Internet.
Pernyataan ini muncul beberapa minggu setelah seorang kopilot menabrakkan pesawat A320 Germanwings ke Pegunungan Alpen di Prancis yang menewaskan semua dari 150 orang di dalamnya. Isu ini juga memunculkan ide bahwa suatu hari nanti pesawat 100 persen mesti dikendalikan secara otomatis.
Keamanan siber selama penerbangan menjadi isu yang semakin penting yang mulai dicermati Badan Penerbangan Amerika Serikat (FAA), kata FAA kepada Kongres AS.
"Teknologi komunikasi modern, termasuk konektivitas IP, semakin digunakan dalam sistem pesawat sehingga memunculkan kemungkinan orang-orang tak bertanggung jawab bisa mengakses dan membobol sistem avionik pesawat," kata Lembaga Akuntabilitas Pemerintah (GAO) dalam laporannya.
Di masa lalu, elektronik yang digunakan untuk mengendalikan dan menavigasi pesawat yang disebut avionik itu bekerja secara otonom, kata GAO.
"Namun, menurut FAA dan para pakar yang berbicara dengan kami, jejaring IP telah memungkinkan penyerang mendapatkan akses jarak jauh kepada sistem avionik dan membobolnya," kata GAO.
Secara teoritis, firewall seharusnya mampu melindungi avionik dari disusupi pengguna sistem kabin, seperti penumpang yang menggunakan sistem entertainment dalam pesawat.
Namun empat pakar keamanan siber berkata kepada GAO bahwa firewall yang terdiri dari komponen-komponen software, bisa diretas dan dibobol seperti menimpai software-software lainnya.
FAA, otoritas penerbangan AS, mesti mengembangkan aturan demi menjamin keamanan siber untuk bagian avionik dari proses sertifikasi pesawat baru. Para pejabat FAA berkata kepada GAO bahwa keamanan siber menjadi semakin penting dan seharusnya dicakup dalam sertifikasi pesawat itu.
Tak terbukti
Gerald Dillingham, penulis laporan GAO, mengatakan masalah-masalah itu secara khusus mempengaruhi generasi baru pesawat terkoneksi Internet yang di dalamnya termasuk Boeing 787 Dreamliner dan Airbus A350.
Sampai kini, kata dia kepada AFP, tak ada petunjuk apa pun bahwa ada "aktor jahat" yang berhasil menanam virus atau malware ke dalam sistem avionik.
"Kami tidak punya bukti bahwa hal ini telah terjadi dan kami berharap masalah yang semakin menarik perhatian itu kecil kemungkinan bisa terjadi," kata dia.
Jatuhnya Germanwings bulan lalu di mana kapten pilotnya dikunci dari luar oleh kopilotnya, memunculkan ide menghadirkan robot pengganti manusia di ruang pengendali guna mencegah maut terulang.
Menanggapi laporan GAO itu, Airbus mengaku terus menerus mengkaji dan mencermati arsitektur sistem produk mereka untuk menyempurnakan dan memenuhi standard tertinggi keselamatan dan keamanan.
"Di luars itu, kami tidak membahas rincian atau keamanan rancangan secara publik, karena pembahasan seperti itu mungkin kontraproduktif untuk keamanan," kata juru bicaranya Clay McConnell kepada AFP lewat email.
Dalam pernyataannya kepada media AS, Boeing mengatakan pesawat buatannya dikirimkan dengan lebih dari satu sistem navigasi yang tersedia untuk pilot.
"Tidak ada perubahan pada rencana terbang yang dimasukkan ke sistem pesawat yang ditempuh, tanpa kajian dan persetujuan pilot," kata dia seperti dikutip AFP.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015