Bangkalan (ANTARA News) - Keluarga Siti Zaenab Binti Duhri, TKI asal Bangkakan, Madura, Jawa Timur, yang menjalani hukuman mati di Arab Saudi pada Selasa sekitar pukul 10.00 waktu setempat, mengaku belum mengetahui eksekusi mati yang menimpa Zaenab.
"Saya belum menerima kabar sama sekali mas," kata keponakan Zaenab, Tri Cahyono kepada Antara per telepon, Selasa malam.
Ia hanya mengaku, dirinya memang menerima telepon dari Jakarta yang mengaku utusan dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang menginformasikan akan berkunjung ke keluarga Zaenab di Bangkalan.
"Rencananya malam ini tiba di sini, tapi karena ada kendala teknis, petugas yang telepon itu menyatakan, tidak bisa datang malam ini, tapi besok pagi," terang Iwan, sapaan karib Tri Cahyono itu.
Ia menjelaskan, saat ini petugas dari Kemenlu tersebut masih bermalam di salah satu hotel di Surabaya, dan akan berangkat ke Bangkalan, Rabu (15/4) pagi setelah shalat subuh.
"Hanya informasi itu yang kami terima, dan mengenai Zaenab telah dieksekusi, hingga saat ini, kami belum mendengarnya," tutur Iwan.
Seperti yang dilansir Antara, Konsulat Jenderal RI di Jeddah menerima informasi bahwa WNI bernama Siti Zaenab binti Duhri Rupa telah menjalani hukuman mati di Madinah pada Selasa (14/4) pukul 10.00 waktu setempat.
Keterangan pers Kementerian Luar Negeri yang diterima di Jakarta, Selasa menyebutkan, pemerintah Indonesia menyampaikan duka cita yang mendalam kepada sanak keluarga almarhumah Siti Zaenab.
Pemerintah Indonesia juga menyampaikan protes kepada Pemerintah Arab Saudi karena tidak menyampaikan pemberitahuan kepada Perwakilan RI maupun keluarga mengenai waktu pelaksanaan hukuman mati tersebut.
Siti Zaenab merupakan buruh migran Indonesia yang bekerja di Arab Saudi yang kemudian dipidana atas kasus pembunuhan terhadap istri pengguna jasanya bernama Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba pada 1999. Siti Zaenab kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999.
Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis kepada Siti Zaenab dengan keputusan hukuman mati itu, berdasarkan hukum di Arab Saudi, pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban.
Namun, pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu putra bungsu korban mencapai usia "akil baligh" agar dapat membuat keputusan.
Pada 2013, setelah dinyatakan "akil baligh", putra si korban telah menyampaikan kepada pengadilan bahwa dia menolak memberikan pemaafan kepada Siti Zaenab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati.
Hal itu kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada 2013.
Menurut pihak Kemlu, perlindungan WNI di luar negeri, termasuk WNI yang menghadapi masalah hukum, merupakan prioritas Pemerintah Indonesia. Sejak awal, Pemerintah telah berjuang untuk mendampingi Siti saat memohon pengampunan dari keluarga korban.
Pemerintah Indonesia telah melakukan semua upaya secara maksimal untuk membebaskan Siti Zaenab dari hukuman mati, baik langkah hukum maupun diplomatik.
Terkait langkah hukum, Pemerintah telah menunjuk pengacara Khudran Al Zahrani untuk memberi pendampingan hukum kepada Siti Zaenab serta memberi pendampingan dalam setiap persidangan.
Terkait langkah diplomatik, tiga Presiden RI, yakni Abdurrahman Wahid pada 2000, Susilo Bambang Yudhoyono pada 2011, dan Joko Widodo pada 2015 telah mengirim surat resmi kepada Raja Arab Saudi yang berisi permohonan agar Raja Arab Saudi memberikan pemaafan kepada WNI tersebut.
Selain itu, Kepala Perwakilan RI di Riyadh maupun Jeddah juga telah mengirimkan surat resmi kepada Emir di Mekkah dan Madinah untuk mendorong pemberian maaf bagi Siti Zaenab.
Selanjutnya Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi pada Maret lalu juga menyampaikan secara langsung kepada Wakil Menteri Luar Negeri Arab Saudi untuk membantu melakukan pendekatan kepada keluarga korban agar memberikan pemaafan.
Selain itu, Pemerintah juga sudah melakukan pendekatan secara terus menerus kepada ahli waris korban. Secara informal, pendekatan juga telah dilakukan kepada pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakat, khususnya dari kalangan Kabilah Al Ahmadi yang merupakan suku asal suami korban.
Kemudian, Pemerintah pun telah memfasilitasi kunjungan kakak dan anak Siti Zaenab ke penjara Madinah sekaligus untuk bertemu dengan para ulama dan Ketua Lembaga Pemaafan Madinah. Kunjungan terakhir kali dilakukan pada 24-25 Maret 2015.
Bahkan, pemerintah telah menawarkan pembayaran diyat (uang darah) melalui Lembaga Pemaafan Madinah sebesar 600 ribu real atau sekitar Rp2 miliar.
Dalam periode Juli 2011 - 31 Maret 2015, Pemerintah telah berhasil membebaskan 238 WNI di luar negeri dari hukuman mati.
Sejak Januari 2015, Pemerintah Arab Saudi telah menghukum mati sebanyak 59 orang, 35 orang di antaranya merupakan warga Arab Saudi, dan 25 orang lainnya warga negara asing.
Hukuman mati dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana pembunuhan, kejahatan narkoba, pemerkosaan, dan perzinahan.
Pewarta: Abd Aziz
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015