Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dr Ahmad Syafii Maarif, menyatakan terlalu banyak 'bisul' bangsa Indonesia akibat pemimpin yang ada lebih banyak beretorika dan menjual tampang. "Bangsa ini diliputi permasalahan kemiskinan, pengangguran, dan korupsi. Pemerintah lamban mengatasinya, sementara pengusaha berebut kue (pembangunan)," katanya, di Jakarta, Selasa malam. Menurut Syafii, keadaan bangsa Indonesia sudah bukan sederhana lagi karena terlalu banyak retorika. Sebenarnya pemerintah sendiri sudah berusaha untuk mengatasinya, namun belum maksimal. Untuk mengatasi persoalan tersebut, diperlukan pemimpin yang mau berjibaku untuk menyerempet bahaya, tapi tujuannya demi kebaikan rakyat banyak. "Jangan hanya beretorika karena bangsa memerlukan pemimpin yang mau berjibaku," katanya. Ia mengemukakan pemerintah masih ada waktu untuk memperbaiki keadaan ini dengan pro rakyat. Pelaksanaan Pemilu masih akan berlangsung beberapa tahun ke depan lagi. Tenggang waktu menjelang pelaksanaan Pemilu 2009 itu, betul-betul dimanfaatkan oleh kepemimpinan nasional untuk pro-rakyat. Masalah kepemimpinan itu, katanya, sangat penting, karena sekitar lima persen kabupaten/kota di Tanah Air sudah menjalankan pemerintahan 'good governance' atau 'clean governance'. Ia yakin untuk memperoleh pemimpin yang baik itu, dapat ditercapai oleh bangsa Indonesia asalkan ada visi yang jauh ke depan. Sebelumnya, sejumlah tokoh lintas agama yang dikemas dalam 'Gerakan Penegak Moral Bangsa' mengingatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar lebih responsif dan tegas mengambil keputusan dalam menangani krisis multi dimensional yang dihadapi bangsa Indonesia. Hal tersebut dinyatakan bersama dalam acara refleksi akhir tahun 'Gerakan Penegak Moral Bangsa' yang dihadiri oleh Prof Dr Ahmad Syafii Maarif (Mantan Ketua PP Muhammadiyah), Dr KH Hasyim Muzadi (Ketua Umum PBNU), Kardinal Dr Julius Darmaatmadja SJ (mantan Ketua KWI), Pdt Dr AA Yewangoe (Ketua Umum PGI), Bhikku Sri Pannyavaro Mahathera (tokoh Budha), dan Xueshi Djaengrana Onganwijaya, di Jakarta, Selasa (19/12) malam. Dalam pernyataannya itu, krisis multi dimensional tersebut terutama yang terkait dengan isu-isu kerakyatan, seperti penghapusan kemiskinan, jaminan pendidikan dan kesehatan, pencegahan perdagangan manusia dan pemberantasan korupsi. Satu-satunya cara mempertahankan kinerja dan kecintaan rakyat kepada Presiden yang terpilih secara demokratis, adalah keberpihakkan secara cepat, tepat, tegas, dan berani kepada kepentingan rakyat. "Carilah para pembantu (menteri, penasihat, juru bicara) yang benar-benar dapat mengimplementasikan program-program pro rakyat bukan orang-orang yang hanya mengejar jabatan dan membuat laporan ABS (Asal Bapak Senang). Hanya dengan cara inilah perubahan yang diidam-idamkan rakyat akan hadir menjadi kenyataan pada tahun yang akan datang," kata Direktur Eksekutif Maarif Institut, Raja Juli Antoni, yang membacakan pernyataan bersama di hadapan tokoh lintas agama tersebut. (*)

Copyright © ANTARA 2006