Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tual, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Mukhtar, Selasa, menyatakan, temuan itu disampaikan empat utusan Komnas HAM, setelah mereka mewawancarai ratusan ABK yang ditampung sementara di PPN Tual dan beberapa yang masih berada di Benjina.
"Berdasarkan hasil wawacara Komnas HAM dengan para ABK, didapati sejumlah ABK tidak menerima gaji, tidak ditangani secara baik saat sakit, dan menerima perlakuan sewenang-wenang," katanya.
"Gaji mereka dikatakan dikirim langsung ke Thailand, padahal mereka orang Myanmar, Laos dan Kamboja," katanya.
Menurut Mukhtar, Komnas HAM berdasarkan temuan-temuan di Tual dan Benjina, manajemen kantor pusat Pusaka Benjina Resources di Jakarta dipanggil untuk diperiksa dokumen-dokumen para ABK asing yang dipekerjakan.
"Utusan Komnas HAM itu, menurut pembicaraannya dengan kami, juga akan membahas masalah ini dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Luar Negeri, agar masalahnya cepat selesai," katanya.
Pernyataan Komnas HAM bahwa telah terjadi perdagangan manusia di Benjina dikuatkan hasil investigasi staf dari International Organization for Migration (IOM).
Badan dunia yang menggeluti masalah-masalah migrasi manusia untuk alasan mencari kehidupan lebih layak itu telah memverifikasi 86 dari 347 ABK asing asal Myanmar, Laos dan Kamboja yang ditampung di PPN Tual.
"Dari 86 ABK yang diverifikasi, mereka menyimpulkan 85 di antaranya adalah korban perdagangan manusia," kata Mukhtar.
Ketika ditanyakan tentang kondisi ratusan ABK asing tersebut, Muhktar menyatakan 20 orang sedang sakit, tiga di antaranya harus dirujuk ke rumah sakit di Kota Tual.
Ia menambahkan, pada Selasa (12/4) ada tujuh ABK datang dari Dobo ke Tual.
"Mereka datang sendiri dan tidak diketahui pasti apa tujuannya. Karena itu saya sudah minta Imigrasi Tual menanganinya. Kami khawatir mereka sengaja dikirim untuk mengintimidasi para ABK yang kini berada di penampungan," katanya.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015