Bahkan posisi Sultan Hamengku Buwono (HB) IX mendekati `wingit` dalam bayangan orang-orang Yogyakarta,"
Yogyakarta (ANTARA News) - Penelitian dan penulisan sejarah Sri Sultan Hamengku Buwono IX pelik dan sensitif, karena sosok yang ditulis bukan sekadar sosok historis, tetapi juga melegenda, kata dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta St Sunardi.
"Bahkan posisi Sultan Hamengku Buwono (HB) IX mendekati wingit dalam bayangan orang-orang Yogyakarta," katanya pada peluncuran dan diskusi buku A Prince in a Republic karya John Monfries di Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, kepelikan sejarah HB IX tidak bisa dihindarkan karena memang peran yang harus dimainkan memang sangat pelik dan sensitif. Sebagai raja beliau harus mempertahankan kedudukan khusus keraton, pada saat bersamaan mempunyai komitmen untuk kemerdekaan bersama dengan rakyat Indonesia lainnya.
Seorang sultan di dalam sebuah republik, kata dia, merupakan suatu hal yang terkesan kontradiktif dan paradoksal jika dilihat dari teori bentuk negara, karena keduanya menggabungkan antara monarki dan sebuah bentuk negara demokratis.
"Ternyata paradoks itu bisa benar-benar berjalan secara historis. Bahkan berjalan sangat indah melalui peran HB IX," katanya.
Ia mengatakan buku karya Monfries tersebut bisa digunakan sebagai telaah untuk mengetahui asal-usul keistimewaan Yogyakarta. Buku itu bisa menjadi salah satu pijakan untuk memaknai bahkan merumuskan kembali keistimewaan Yogyakarta.
"Tidak ada landasan keistimewaan yang lebih solid yang dibutuhkan rakyat Yogyakarta maupun Indonesia selain cita-cita tahta untuk rakyat yang selalu disandingkan dengan sosok HB IX," kata Sunardi.
John Monfries mengatakan HB IX bukan hanya seorang politisi tetapi juga seorang negarawan. Tidak banyak politisi yang mundur dari panggung politik dengan elegan seperti HB IX.
"Oleh karena itu, saya menyebut beliau sebagai negarawan bukan politisi. Tidak banyak tokoh seperti beliau," katanya.
Menurut dia, HB IX memiliki prinsip kuat ketika berkiprah di pemerintahan Republik Indonesia. Beliau memilih mundur ketika perkembangan republik ini tidak lagi sesuai dengan prinsip-prinsip politiknya.
"Kedudukan HB IX sebagai seorang raja juga menunjukkan posisi yang unik. Sungguh luar biasa, sebagai raja HB IX mampu menunjukkan sebagai sosok yang demokratis ketika terlibat sebagai petinggi di dalam pemerintahan republik pada masa itu," kata Monfries.
Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015