"Saya pakai elpiji yang tabung warna, sekarang Rp185.000, dulu masih Rp175.000 per tabung. Jadi beban juga kalau harganya terus naik," kata Dianur, warga Jalan Muchran Ali di Sampit, Senin.
Menurut dia, setiap kenaikan harga bahan bakar, baik bahan bakar minyak maupun gas, bebannya sangat dirasakan oleh masyarakat di luar Jawa, termasuk di Kalimantan. Sebab, ongkos angkut yang mahal membuat kenaikan harga bahan bakar cukup tinggi diterima masyarakat.
Terhitung 1 April lalu, pemerintah menaikkan harga elpiji 12 kilogram dari Rp134.700 menjadi Rp141.000 per tabung. Namun di Sampit, harganya jauh lebih tinggi yaitu sampai Rp185.000 per kilogram untuk elpiji 12 kilogram tabung warna.
"Saya berpindah menggunakan elpiji karena katanya lebih hemat dibanding kita menggunakan minyak tanah. Tapi kalau harganya terus naik, jangan-jangan nanti malah lebih mahal dari minyak tanah," tambah Dianur.
Sementara itu, Pertamina akan melakukan perubahan elpiji 12 kilogram setiap dua minggu sekali. Mekanisme ini sama seperti pemberlakuan produk bahan bakar minyak nonsubsidi atau sejenis Pertamax dan lainnya.
"Masalahnya, di Sampit ini belum masuk program konversi minyak tanah ke gas, jadi sulit mendapat gas tabung 3 kilogram yang disubsidi pemerintah. Mau tidak mau kita membeli elpiji tabung 12 kilogram," timpal Mariah, warga lainnya.
Masyarakat menyambut rencana beroperasinya stasiun pengisian bahan bakar gas di Sampit. Ini diharapkan bisa membuat harga gas elpiji tidak terus melambung sehingga masyarakat sangat terbantu.
Pewarta: Norjani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015