Al-Arish, Mesir (ANTARA News) - Dua pemboman berdarah di Provinsi Sinai Utara, Mesir, Minggu (12/4), menewaskan 13 personel polisi serta militer dan satu warga sipil, selain melukai sebanyak 47 orang.
Seorang pembom bunuh diri yang mengemudikan mobil yang diisi peledak menabrak satu kantor utama polisi di Kota Al-Arish, Sinai Utara, menewaskan delapan orang, membuat sebanyak 45 orang lagi luka parah dan merusak sejumlah rumah di dekatnya, kata beberapa sumber medis dan keamanan kepada Xinhua.
Kementerian Dalam Negeri Mesir menyatakan delapan orang yang tewas terdiri atas tujuh polisi dan satu warga sipil.
Petugas pemadam dan pekerja pertolongan bergegas ke lokasi kejadian, sementara petugas polisi menutup jalan tempat serangan itu terjadi, demikian laporan Xinhua di Jakarta, Senin pagi.
Jaksa Agung Mesir juga memerintahkan penyelidikan mengenai serangan tersebut untuk mengungkap pelakunya.
Pemboman itu terjadi beberapa jam setelah enam prajurit militer tewas ketika satu bom pinggir jalan di zona militer di Kota Sheikh Zuweid, Sinai Utara, meledakkan satu kendaraan lapis baja militer yang membawa prajurit yang sedang tidak bertugas dari kamp mereka.
Pada Ahad pagi, satu mobil yang diisi bom meledak di dekat satu tempat ibadah di Kota Zagazig, sebelah utara Ibu Kota Mesir, Kairo. Tak ada laporan mengenai korban cedera atau kerusakan akibat peristiwa itu.
Ledakan pada Ahad terjadi sehari setelah satu pengadilan Mesir menjatuhkan hukuman mati atas pemimpin Ikhwanul Muslimin Mohamed Badie dan 13 lagi anggota kelompok terlarang tersebut serta hukuman penjara seumur hidup atas 37 anggota Ikhwanul Muslimin yang menghadapi tuntutan melakukan kekerasan.
Pemimpin spiritual Ikhwanul Muslimin itu dan terpidana lain dihukum karena mengelola ruang operasi guna mengerahkan anggota kelompok tersebut untuk menyerang pasukan keamanan dan menyebar kekacauan setelah pembubaran dua aksi-duduk utama di Kairo pada Agustus 2013.
Ansar Bayt Al-Maqdis, yang berpusat di Sinai dan belum lama ini menyampaikan janji setia kepada kelompok fanatik Negara Islam (IS), mengaku bertanggung-jawab atas sebagian besar serangan anti-pemerintah di Mesir.
Operasi militer meningkat, terutama, di daerah bergolak Semenanjung Sinai setelah penggulingan presiden Mohamed Moursi oleh militer sebagai reaksi atas protes massal terhadap kekuasaan satu-tahunnya pada 2013.
Kelompok pemrotes menyatakan serangan itu, yang terutama ditujukan kepada militer dan polisi, adalah pembalasan terhadap pembubaran dua aksi duduk pro-Moursi oleh petugas keamanan sehingga menewaskan hampir 1.000 orang.
Pada awal April, sedikitnya 15 prajurit militer dan empat warga sipil tewas dan sebanyak 40 orang lagi cedera dalam serangkaian serangan bersenjata terhadap beberapa pos pemeriksaan di Kota Sheikh Zuweid, sementara serangan pasukan keamanan pada hari yang sama menewaskan tak kurang dari 55 gerilyawan.
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015