"Ini merupakan salah tafsir yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan, dan ini sudah sangat merugikan masyarakat Papua. Sebab, akupuntur medis masuk kedalam bagian pelayanan kesehatan yang disediakan oleh Rumah Sakit di Papua. Bahkan, banyak pula masyarakat Papua yang menggunakan Akupuntur Medis," jelas Roberth dari Fraksi Gerindra DPR, di Jakarta, Jumat.
Roberth mengatakan hal itu menanggapi surat nomor 112/XII-01/0215 tentang Penjelasan Pelayanan Akupuntur Medis bagi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan Kantor Cabang Jayapura kepada Direktur/Kepala RSUD Abepura, Jayapura tertanggal 3 Februari 2015 menyatakan bahwa Akupuntur Medis tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Alasannya, terdapat dua pengaturan dalam aturan yang berbeda, dimana Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan berbenturan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan.
Sebab, Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 pasal 25 ayat 1 huruf (k) menyatakan bahwa akupuntur tidak dijamin dalam JKN, tapi didalam Permenkes Nomor 28 Tahun 2014 ditegaskan bahwa hanya akupuntur non medis yang tidak dijamin.
Atas pandangan tersebut maka BPJS Kesehatan berpendapat, sesuai asas dalam peraturan perundang-undangan maka hukum yang lebih tinggi tingkatannya didahulukan keberlakuannya daripada hukum yang lebih rendah (Lex Superior Derogat Legi Inferior).
Lebih lanjut Roberth menyampaikan, pandangan BPJS Kesehatan tentang penggunaan asas Lex Superior Derogat Legi Inferior dalam kasus ini tidak tepat. Yang tepat adalah asas lex specialis derogat legi generalis atau hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.
"Sebab Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 mengatur tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan sebagai pengejawantahan dari Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan," tutur Roberth yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Papua ini.
Apalagi lanjut Roberth, dalam Permenkes Nomor 28 Tahun 2014 itu sendiri sudah cukup menegaskan adanya dua kriteria dalam akupuntur yakni akupuntur medis dan akupuntur non medis. Akupuntur Medis adalah cabang ilmu kedokteran yang sudah teruji secara ilmiah sesuai dengan kaidah ilmiah yang berlaku dan menggunakan dasar pembuktian ilmiah.
"Sehingga tidak ada benturan pengaturan antara Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014. Yang ada adalah penegasan pengaturan agar memperjelas pelaksanaan program JKN," jelas Roberth.
Oleh sebab itu pandangan BPJS Kesehatan mengenai akupunktur medis sebagai manfaat yang tidak dijamin adalah kesalahan fatal BPJS Kesehatan dalam menafsirkan peraturan.
"Intinya, sikap BPJS Kesehatan yang tidak menjamin pelayanan akupunktur medis dalam program JKN adalah pelanggaran amanat Presiden dan Menteri Kesehatan yang telah berupaya mewujudkan peningkatan kualitas kesehatan bagi rakyat Indonesia," tandas Anggota Komisi Kesehatan DPR RI ini.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015