Jakarta (ANTARA News) - Tinggi badan seseorang memiliki pengaruh pada risikonya menderita penyakit jantung.
Sebuah studi terbaru dalam New England Journal of Medicine menunjukkan, orang yang tinggi badannya rendah berisiko lebih tinggi menderita penyakit jantung.
Dalam studi itu, para peneliti melibatkan lebih dari 65 ribu orang yang menderita penyakit arteri koroner (adanya plak di arteri sehingga berpotensi menimbulkan penyakit jantung) dan 128 ribu orang yang tidak memiliki penyakit itu.
Para peneliti lalu mengamati 180 penanda genetika yang dapat mempengaruhi tinggi badan seseorang, untuk melihat apakah ini berhubungan dengan penyakit arteri koroner.
Hasil studi menunjukkan, setiap penambahan 6,35 sentimeter tinggi badan seseorang, maka risikonya menderita penyakit arteri koroner turun sekitar 13,5 persen.
Mereka mencontohkan, orang yan tinggi badannya sekitar 152 sentimeter berisiko 32 persen lebih tinggi menderita penyakit arteri koroner dibandingkan orang yang tingginya 167 sentimeter.
"Sekalipun banyak faktor gaya hidup seperti merokok yang mempengaruhi risiko seseorang mengembangkan penyakit jantung koroner, temuan ini menekankan penyebab penyakit ini sangat kompleks," kara peneliti studi, Dr Nilesh Samani, prfesor kardiologi Universitas Leicester di Inggris.
Di samping itu, studi juga menunjukkan, orang yang memilki penanda gen tinggi paling banyak berisiko 26 persen lebih rendah menderita penyakit arteri koroner dibandingkan yang hanya memiliki sedikit penanda genetik.
Hubungan antara dua hal ini hanya ditemukan pada laki-laki.
Sekalipun sejumlah studi telah menemukan hubungan tinggi badan dan risiko penyakit jantung, namun belum diketahui apakah hubungannya bersifat langsung atau tidak.
Meningkat terdapat faktor lain seperti kurangnya nutrisi pada masa kanak-kanak yang mempengaruhi tinggi badan seseorang dan risikonya menderita penyakit jantung.
Para peneliti menekankan, tinggi badan seeorang lebih rendah atau tak memiliki gen tinggi, tak berarti ia menderita penyakit jantung. Demikian seperti dilansir LiveScience.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015