Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah bersikap selektif dalam menerima tawaran debt swap (konversi utang menjadi program lain) sehingga beban pemerintah tidak justru meningkat. "Debt swap dilakukan secara selektif, tidak serta merta semua tawaran atau respons yang disampaikan kepada kita, kita terima, akan kita lihat lagi," kata Dirjen Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto di Gedung Depkeu Jakarta, Senin. Ia menyebutkan, paling tidak ada tiga pertimbangan yang harus diperhatikan dalam menyikapi tawaran debt swap atau pengajuan debt swap kepada pihak lain. Pertama, skema debt swap itu harus prudent dari sisi implementasinya. Kedua, terms and condition serta instrumennya harus efisien. Ketiga, harus meningkatkan kemampuan pengelolaan utang pemerintah. Biasanya debt swap yang ditawarkan oleh negara lain, lanjut Rahmat, dikaitkan dengan pengadaan misalnya dalam pembangunan rumah susun, pengadaan 1.000 bus, dan sebagainya. "Semua itu kita kaji, dalam hal ini tidak hanya Departemen Keuangan saja, tetapi juga dengan kementerian atau lembaga terkait untuk menilai sejauh mana skema debt swap itu bermanfaat bagi pemerintah," katanya. Menurut dia, dalam beberapa kali kesempatan juga datang tawaran debt swap di mana skemanya mengubah instrumen dari instrumen utang biasa menjadi instrumen utang lainnya atau melalui program lain. "Ini harus dinilai efisiensinya. Kalau dengan Jerman melalui empat program debt swap selama ini, sangat efisien," katanya. Mengenai kemungkinan Indonesia mengajukan hair cut atau pemotongan utang, Rahmat mengatakan, Indonesia tidak akan mengajukan selama dalam kondisi normal. Menurut dia, selama ini Indonesia tidak pernah meminta fasilitas r cutu "ngemplang" kewajiban membayar utang.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006