"Proses perizinan impor yang dibatasi per tiga bulan terkadang menyulitkan. Oleh karena itu kami sedang membangun kerja sama dengan pemerintah agar produsen sapi di Australia mendapatkan kepastian bahwa produk mereka dapat terjual," kata Grigson, hari ini, di Tangerang setelah membuka Pameran Produk dan Pelayanan Peternakan.
Menurut Grigson, perizinan impor yang lebih panjang tidak hanya akan menguntungkan eksportir dan peternak Australia tetapi juga Indonesia, khususnya importir dan konsumen daging.
"Indonesia kini menghadapi tantangan ketahanan pangan. Persoalan ini terkait erat dengan pasokan yang terjamin (izin impor berdurasi panjang) karena hal tersebut akan membuat konsumen di negara ini mempunyai lebih banyak pilihan dengan harga yang lebih murah," kata dia.
Pada kuartal pertama tahun ini Australia mendapat izin impor 60.000 ekor sapi, sementara kuartal kedua naik menjadi 250.000 ekor.
Di sisi lain kebutuhan daging nasional tahun lalu adalah sekitar 757 ribu ton atau setara dengan 2,5 juta ekor sapi. Tidak semua kebutuhan itu dipasok pembelian sapi hidup dari luar negeri karena Indonesia juga mengimpor daging dan memproduksi sendiri.
Masih pada 2014, jumlah impor daging sapi dan sapi ekor memenuhi setidaknya 45 persen total kebutuhan nasional.
"Saya berkeyakinan bahwa pasar daging di Indonesia akan berkembang setiap tahunnya. Akan lebih banyak warga di negara ini yang mengonsumsi daging. Pada titik inilah mereka membutuhkan suplai yang bisa diandalkan dan pilihan yang lebih banyak agar harga bisa ditekan," tutur Grigson.
Pewarta: GM Nur Lintang Muhammad
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015