Setiap negara saat ini berlomba-lomba menggaet wisatawan asing asal Tiongkok karena ada sekitar 100 juta warganya yang berpergian setiap tahun. Kota Palembang yang memiliki kedekatan dalam sejarah dan budaya dengan Tiongkok tidak mau menyia-yiakan ..
Palembang (ANTARA News) - Sejarah Kota Palembang tidak dapat dipisahkan dengan kisah Laksamana Cheng Ho.
Cheng Ho dikenal sebagai seorang kasim muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming.
Sejak melakukan pelayaran mengelilingi dunia, Cheng Ho sempat empat kali datang ke Palembang.
Perjalanan samudera Laksama Cheng Ho ini tidak hanya singgah di Palembang, tapi juga di Aceh, Batam, Palembang, Belitong, Jakarta, Semarang, Cirebon, Surabaya dan Bali.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Selatan Irene Camalyn mengatakan meski Cheng Ho singgah ke banyak tempat di Indonesia tapi warga Palembang menyakini bahwa laksamana bernama asli Ma He ini tinggal dalam rentang cukup lama di "Bumi Sriwijaya" karena perannya dalam penyebaran agama Islam.
Ia juga dikenal sebagai sosok pahlawan karena pada 1407 ketika Kota Palembang yang berada di bawah kekuasaan Sriwijaya pernah membantu menumpas perampok-perampok Tionghoa Hokkian yang mengganggu ketenteraman.
"Dengan sejarah yang demikian kental ini, seharusnya Kota Palembang ini yang menjadi tujuan wisata utama warga Tiongkok di Indonesia. Oleh karena itu, Sumatera Selatan serius menggarap wisata sejarah dan religi ini karena menginginkan porsi besar dalam wisata jalur sutra napak tilas perjalanan Laksamana Cheng Ho," kata Irene beberapa waktu lalu.
Untuk itu, ia melanjutkan, pemerintah provinsi menggaet berbagai pihak, terutama kalangan biro perjalanan, kedutaan, komunitas, hingga pengusaha untuk mempromosikan kisah Laksamana Cheng Ho ini.
"Setiap negara saat ini berlomba-lomba menggaet wisatawan asing asal Tiongkok karena ada sekitar 100 juta warganya yang berpergian setiap tahun. Kota Palembang yang memiliki kedekatan dalam sejarah dan budaya dengan Tiongkok tidak mau menyia-yiakan kesempatan ini dalam merealisasikan target jumlah wisman hingga 5 juta orang per tahun," ujar Irene.
Laksamana Cheng Ho merupakan keturunan suku Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam.
Armada Cheng Ho yang terdiri atas 62 buah kapal dan tentara yang berjumlah 27.800 pernah empat kali berlabuh di pelabuhan tua di Palembang.
Armada ini juga berhasil meringkus kepala perampok Chen Tsu Ji yang meresahkan Kerajaan Sriwijaya, kemudian membawanya ke Peking.
Semenjak itu, Laksamana Cheng Ho membentuk masyarakat Tionghoa Islam di Kota Palembang yang memang sudah ada sejak zaman Sriwijaya.
Gerombolan perompak yang dipimpin Chen Tsu Ji ini, sebenarnya bekas seorang perwira angkatan laut China asal Kanton yang melarikan diri ketika Dinasti Ming berkuasa.
Chen Tsu Ji dalam pelariannya kemudian berlabuh di Palembang dengan membawa ribuan pengikut lalu membangun basis kekuasaan di Palembang, atau dalam bahasa China, po-lin-fong, yang berarti pelabuhan tua.
Selama berkuasa di Palembang, Chen Tsu Ji menguasai daerah sekitar muara Sungai Musi, perairan Sungsang, dan Selat Bangka.
Selama perjalanan Cheng Ho antara 1405-1433 M, dia pernah empat kali ke Palembang yakni yang pertama pada tahun 1407 masehi dalam rangka menumpas perompak yang dipimpin Chen Tsui Ji tersebut. Kemudian, pada 1413-1415 M, 1421-1422 M, dan 1431-1433 M.
"Setelah memberantas para perampok, Laksamana Cheng Ho sempat berlabuh hingga tiga kali ke Palembang. Meski tidak tahu maksud dan tujuannya, tapi dari beragam peninggalan dan kisah yang diingat masyarakat dapat diketahui betapa budaya Tionghoa berkembang pesat di Palembang," kata Irene.
Wujud kedekatan itu dapat terlihat dengan didirikannya Masjid Cheng Hoo Palembang sebenarnya bernama Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Sriwijaya Palembang yakni masjid bernuansa Tionghoa yang berlokasi di Jakabaring, Palembang.
Masjid ini didirikan atas prakarsa para sesepuh, penasehat, pengurus Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Sumatera Selatan, dan serta tokoh masyarakat Tionghoa di sekitar Palembang yang kini menjadi lokasi wisata religi.
Wisata Jalur Sutra
Wisata jalur laut sutra napak tilas pelayaran samudra Laksamana Cheng Ho resmi jadi destinasi wisata baru terdiri dari sembilan serial mulai Aceh hingga Bali.
Peminat wisata Jalur Laut Sutra mengabadikan perjalanan di sembilan lokasi dengan berfoto pada objek berlatar belakang peninggalan atau bangunan yang khusus dibuat untuk mengenang perjalanan Laksamana Cheng Ho di Aceh, Batam, Palembang, Belitong, Jakarta, Semarang, Cirebon, Surabaya dan Bali.
Perjalanan wisata religi dan sejarah Jalur Laut Sutra menawarkan sensasi heroik dari seorang pelaut Muslim asal Tiongkok yang sedang melakukan misi dagang dan penyebaran Islam di Indonesia.
Di Aceh misalnya, terdapat Lonceng Cakra Donya yang tergantung di pintu masuk Museum Aceh. Lonceng raksasa berbentuk stupa dengan hiasan tulisan Arab juga China itu merupakan pemberian Kaisar Yongle yang dibawa ke Aceh oleh Laksamana Cheng Ho sekitar 1414 M.
Wisata jalur pelayaran Cheng Ho itu dirancang oleh Kementerian Pariwisata untuk menarik wisatawan asal Negeri Tiongkok datang ke Indonesia.
Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo berpendapat warga Tiongkok amat menghargai sejarah dan budayanya. Apalagi, Laksamana Cheng Ho sangat dihormati oleh warga Tiongkok.
Menteri Indroyono optimistis pembukaan tujuan wisata baru jalur samudra Cheng Ho ini mampu mendongkrak kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia, terutama wisman dari Tiongkok.
"Ini menjadi modal penting terutama menarik wisatawan Tiongkok. Wisatawan Tiongkok menghormati akar dan jejak budaya, ini menjadi peluang Indonesia dengan jalur samudra Cheng Ho," kata Menteri pada peluncuran wisata jalur sutra, akhir Februari lalu.
Pariwisata berbasis sejarah maritim memang baru, namun perlu didukung. Apalagi Pemerintahan Presiden Joko Widodo memiliki semangat kebaharian yang tinggi, mengingat sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari laut.
Berdasarkan data Kementerian Pariwisata, sumbangan pariwisata maritim baru 10 persen dari total pariwisata di seluruh Indonesia. Angka ini sangat kecil dibandingkan Malaysia yang memiliki wilayah laut lebih sedikit namun pariwisata maritimnya menyumbangkan 40 persen dalam total pariwisata.
Menteri mengatakan peluang menggaet wisman asal Tiongkok amat besar.
Data Kementerian Pariwisata mencatat terdapat 100 juta warga Tiongkok yang bepergian untuk berwisata, namun hanya satu persennya yang singgah ke Indonesia.
"Kami yakini banyak turis dari Tiongkok. Untuk outbond ada 100 juta warga Tiongkok, tapi yang datang ke Indonesia hanya satu juta orang. Bandingkan dengan yang ke Thailand sebanyak lima juta orang," kata dia.
Garap Sungai Musi
PT Pengembang Pariwisata Indonesia Persero/ITDC membidik kawasan Sungai Musi Palembang, untuk dikembangkan menjadi lokasi wisata satu kawasan seperti yang ada di Nusa Dua Bali dan Mandalika Lombok.
Staf Ahli Bidang Ekonomi, Investasi dan Pembangunan Pemerintah Kota setempat, Sudirman Teguh di Palembang, Kamis, mengatakan perusahaan milik negara ini berencana membangun beberapa hotel berbintang di kawasan Seberang Ulu hingga Pulau Kemaro yang terdiri atas 25-30 lantai.
"Perwakilan PT ITDC sudah dua kali datang ke Palembang, dan yang kedua diwakili langsung direktur operasional dan tim konsultan. Mereka benar-benar tertarik untuk mengembangkan pariwisata Palembang yang sudah mendunia," kata Sudirman.
Ia menjelaskan, secara historis diketahui Palembang merupakan kota bersejarah bagi warga Tionghua karena ada kisah percintaan yang abadi antara Tan Bun An dan Siti Fatimah. Kemudian menjadi jalur perniagaan Laksamana Cheng Ho yang terbentang dari Aceh hingga Bali.
"Kisah-kisah ini sudah lama ada, dan ini suatu potensi yang luar biasa. Setiap tahun Pulau Kemaro selalu dikunjungi ribuan orang saat perayaan Imlek, belum lagi ribuan peziarah datang dari beberapa negara di Asia ke Masjid Ki Merogan dan Masjid Lawang Kidul," kata dia.
Namun, ia menjelaskan, potensi pariwisata Kota Palembang itu belum tergarap maksimal karena tidak dikelola secara utuh terkait dengan tiga komponen dasarnya, yakni sumber daya manusia, regulasi dan infrastruktur.
Melalui ITDC ini, Pemerintah Kota Palembang berharap sektor pariwisata akan tumbuh dengan percepatan mengingat akan berperan sebagai tuan rumah Asian Games 2018.
"Untuk regulasi, pemerintah kota sudah ada keberpihakan karena sektor pariwisata dan ekonomi kreatif menjadi visi dan misi pembangunan kota ke depan, sementara untuk infrastruktur akan digenjot mulai tahun ini melalui kerja sama dengan pihak ketiga dengan format bagi hasil, BOT hingga penyertaan modal," ujar dia.
Hanya saja, kendala yang akan dihadapi yakni mengubah cara pandang masyarakat mengenai sektor pariwisata karena sejak lama menggangap bidang ini kurang berpotensi menghasilkan uang.
"Budaya masyarakat Kota Palembang dalam melayani para pendatang, tentunya berbeda dengan kota lain seperti Yogyakarta dan Bali. Warga kita sendiri masih binggung ketika ada yang bertanya tempat wisata yang ada di Palembang, ini menjadi salah satu kekurangan mendasar," kata dia.
Kota Palembang memiliki sejumlah potensi wisata, yakni wisata religi, wisata kuliner, wisata belanja, wisata sejarah/heritage.
Saat ini, wisatawan berkunjung ke Indonesia sekitar 35 persen tertarik terhadap faktor alam, seperti ekologi dan kelautan. Sekitar 60 persen tertarik kuliner, religi, dan sejarah, sementara peminat wisata buatan seperti pertunjukan dan beragam pameran hanya 5 persen.
Sementara ini, jumlah kunjungan wisatawan ke Sumsel sekitar 3 juta jiwa per tahun, sedangkan tahun ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumsel menargetkan meningkat pesat hingga menebus 5 juta orang.
Kini, saatnya bagi Sumatera Selatan meraih berkah dari sektor pariwisata setelah cukup dikenal di mancanegara karena perannya menjadi tuan rumah berbagai ajang olahraga internasional.
Oleh Dolly Rosana
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015