Padang (ANTARA News) - Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan bahwa lautan Indonesia yang luas dari Sabang hingga Merauke bukanlah menjadi pemisah pulau-pulau di Nusantara, tetapi justru menjadi perekat kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Ingat laut, bukan memisahkan pulau-pulau kita, tapi mempersatukannya yang disebut dengan wawasan nusantara," kata Kepala Negara saat menghadiri peringatan puncak Hari Nusantara ke-7 di Pelabuhan Bungus, Padang, Senin.
Ia menyebutkan, ribuan pulau Indonesia dihubungkan oleh laut yang membentang luas, dan diakui dunia Internasional berkat adanya Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957.
Sebelum deklarasi itu diakui dunia Internasional, maka laut yang luas di wilayah Indonesia belum menyatukan pulau-pulau yang ada, karena luas laut hanya dihitung tiga mil dari garis pantai.
Presiden mengatakan, setelah Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 Indonesia hanya menegaskan NKRI adalah seluruh bekas wilayah jajahan Hindia Belanda dan saat itu belum ada batas-batas yang rinci, baik di darat maupun laut dengan negara
tetangga.
"Saat dunia Internasional mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia, perairan laut Indonesia hanya diakui sejauh tiga mil dari garis pantai, berdasarkan kepada ordonansi tentang laut teritorial dan lingkungan maritim," katanya.
Hal tersebut, menurut Kepala Negara, jadi masalah yang sangat serius, sebab jika
batas negara hanya tiga mil dari garis pantai, maka negara Indonesia akan terpecah-belah oleh adanya laut bebas di antara pulau-pulau yang dimiliki, karena diluar tiga mil adalah laut Internasional.
"Laut itu mengancam keamanan, persatuan dan kesatuan bangsa," ujar Presiden Yudhoyono.
Karena ancaman itu, dengan segala keberanian dan risiko yang akan dihadapi, Perdana Menteri RI, Ir Djuanda, pada tanggal 13 Desember 1957 mengumumkan "Deklarasi Nusantara" kepada dunia Internasional yang menyatakan wilayah laut Indonesia tidak hanya sebatas tiga mil, tapi laut yang ada di sekitar dan di antara
kepulauan nusantara.
Menurut Presiden, pengumuman yang kemudian dikenal dengan "Deklarasi Djuanda" itu memiliki nilai sangat strategis bagi bangsa Indonesia dan melahirkan konsep wawasan nusantara yang dapat mempersatukan seluruh wilayah tanah air, serta keutuhan
negara dari Sabang sampai Merauke.
Dengan deklarasi itu, ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut membentang luas, bukan lagi menjadi pemisah pulau-pulau Nusantara tetapi perekat kedaulatan negara, tegasnya.
Ia menyebutkan, deklarasi ini tidak serta merta diterima masyarakat internasional, bahkan beberapa negara menentangnya, namun Indonesia tidak berhenti sampai di situ.
Perjuangan menegakan kedaulatan negara terus dilakukan melalui diplomasi yang tidak ada hentinya. Berkat perjuangan para penerus Djuanda, seperti Prof. Moechtar Kusumaatmaja dan Prof Hasyim Djalal, pada akhirnya deklarasi yang berisi konsepsi
Negara Nusantara dapat diterima masyarakat Internasional.
Penerimaan atas konsepsi Negara Nusantara ditetapkan dalam konvensi hukum laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui
United Nation Convention
Low Of The Sea (UNCLOS), dan dengan itu laut yang sebelumnya bebas, kini
diakui menjadi bagian integral wilayah Indonesia.
Dengan pengakuan itu, wilayah laut Indonesia pun bertambah luas dan potensi serta sumber daya alamnya makin bertambah, katanya.
Dengan peranan Deklarasi Djuanda, menuut Kepala Negara, maka diperingati sebagai Hari Nusantara untuk mengingatkan betapa penting menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI yang dilakukan para tokoh pendahulu yang telah berjuang mewujudkan negara yang merdeka dan berdaulat.
"Kini, tugas kita menjaga, memelihara dan mengamankannya. Untuk itu kita perlu memperteguh, memperkuat dan menjaga keutuhan dan kedaulatan negara serta memberdayakan kekayaan laut yang terbentang luas untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di seluruh tanah air," demikian Presiden Yudhoyono. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006