Jakarta (ANTARA News) - Ketika seorang memasuki Masjidil Haram, yang tertanam di benaknya tentulah kemegahan dan keindahannya, lantai marmernya yang dingin, tiang-tiangnya yang tinggi, atau atapnya yang dihiasi ornamen, lampu gantung dan ukiran kaligrafi.
Lebih masuk beberapa puluh atau ratus meter lagi kembali mata dibuat terpana dengan ka`bah berjubah hitam yang tinggi menjulang 14 meter di pelataran terbuka di tengah-tengah Masjidil Haram, dan orang-orang berthawaf mengelilinginya.
Ka`bah hanya bangunan biasa berbentuk kubus, tetapi orang-orang yang tertumbuk padanya tiba-tiba menitikkan air mata kebahagiaan dan membaca doa-doa syukur.
Sembilan menara setinggi masing-masing 89 meter yang berdiri perkasa menambah syahdu keagungan Masjidil Haram. Di kejauhan tampak titik-titik manusia bergerak di lantai dua dan di lantai atap Masjidil Haram.
Adalah wajar jika ketika berada di dalam bangunan dengan 95 pintu yang setiap lantainya ditopang 530 tiang itu seseorang tak tahu di mana posisinya atau tersasar ketika mencari teman atau sendalnya sendiri.
Masjid berlantai tiga (lantai dasar, lantai dua dan lantai atap plus lantai bawah tanah) yang masing-masing luas lantainya 19 ribu m2 itu memang sangat luas dan tidak
berbentuk simetrik.
Jika ditambah pelatarannya yang di sisi luar bangunan dan di tengah-tengah masjidil haram, luasnya menjadi 278 ribu m2 dan mampu menampung hingga hampir 700 ribu jemaah.
Belum lagi jika ditambah areal pasar kecil, areal timur Mas`a di Qasyasyiyah dan areal di arah Syamiyah yang total 88 ribu m2, sehingga kapasitas tampung total Masjidil Haram menjadi 914 ribu bahkan hingga satu juta jemaah pada puncak musim haji.
Hanya sekitar ratusan meter dari pelataran luar Masjidil Haram pun hotel-hotel mewah bintang lima berjejalan mengelilinginya. Hilton, Firdaus, Khugay, Darul Tawhid, Sheraton, Novotel atau Sofitel serta puluhan lainnya menambah kesemarakan Masjidil Haram.
Tembok
Pada masa Rasulullah Muhammad SAW dan kalifah Abu Bakar sekitar 1.400 tahun lalu, menurut penulis buku "Keutamaan dan Sejarah Kota Mekkah dan Madinah", Muhammad Ilyas Abdul Ghani, tak ada apapun di sekitar Ka`bah.
Tak ada lantai marmer, tembok beton atau atap tinggi berornamen yang melingkari Ka`bah. Yang ada hanya rumah-rumah pada masa itu mengelilinginya dari semua sisi.
Baru pada masa kalifah Umar bin Khatab pada 17 Hijriyah atau 639 masehi kemudian rumah-rumah itu dibeli untuk dibangunkan tembok masjidil haram, membuatkan pintu-pintunya dan mengalasi tanahnya dengan kerikil untuk thawaf.
Setelah itu renovasi dan perluasan Masjidil Haram dilakukan dari waktu ke waktu, di masa sesudahnya, kalifah Utsman bin Affan, dan kalifah-kalifah selanjutnya.
Pada 979 H/1571 M dilakukan pembangunan menyeluruh Masjidil Haram oleh pemerintahan Khilafah Utsmani, Sulaiman al-Qanuni yang selesai pada masa pemerintahan anaknya Sultan Murad pada 984 H/1576 M namun tak ada perluasan.
Setelah sejak 306 H/918 M tidak pernah diperluas, Masjidil Haram pun diperluas oleh Raja Arab Saudi Abdul Aziz pada 1344 H/1925 M di mana tempat sa`i diratakan dan dibangun kembali dan tempat thawaf diperluas sehingga masjid itu mampu menampung 50 ribu jemaah.
Berhubung zaman semakin maju, kendaraan menggantikan kereta kuda, angkutan kapal laut semakin banyak digunakan, pesawat udara mulai ada, dan jemaah dari berbagai penjuru dunia datang, Masjidil Haram tak lagi cukup menampung tamu.
Pada 1375 H/1955 M Raja Saud bin Abdul Aziz mulai melakukan perluasan besar-besaran yang memakan waktu hingga 20 tahun dan menelan satu milyar Riyal (1 Riyal sekarang = Rp2.500) yang dikerjakan oleh grup Bin Ladin.
Setelah itu perluasan kembali dilakukan di bawah pemerintahan Raja Fahd bin Saud pada 1406 H/1982 M dengan menambah satu lantai masjid sehingga daya tampungnya menjadi 105 ribu jemaah dan melengkapinya dengan sound system, tata lampu, tempat minum zamzam, hingga eskalator.
Masih kurang puas, Raja Fahd kembali memperluasnya dengan meletakkan batu pertama pada 1409 H/1988 M dan baru selesai enam tahun kemudian pada 1413 H/1993 M.
Perluasan tidak saja pada areal masjid dan pelataran, tetapi juga menggusur banyak areal lain dengan lantai marmer sehingga Masjidil Haram mampu menampung hingga satu juta jemaah dan berdiri semegah seperti saat ini.
Untuk memudahkan lalu lintas yang semrawut antara kendaraan dan jemaah di sekitar lokasi, dibangun juga terowongan yang memanjang dari barat ke timur sejauh 1,5 km di sisi bawah Masjidil Haram yang terhubung dengan empat terminal kendaraan.
Pada pembangunan terakhir ini pula sudah dipersiapkan pondasi yang kuat bagi Masjidil Haram untuk menyangga lantai-lantai baru jika diperlukan.
Seiring dengan renovasi dari zaman ke zaman itu, tempat Sa`i, bukit Shafa dan Marwah, tempat Siti Hajar istri nabi Ibrahim berlari-lari mondar-mandir tujuh kali mencari air juga sudah sangat berbeda.
Jangan lagi membayangkan berlari-lari naik turun sepanjang perbukitan terjal yang tandus, dengan pasir beterbangan, dan udara panas terik membakar.
Karena yang dinamakan bukit Shafa dan Marwa itu adalah lantai rata dari marmer dingin sepanjang 394,5 meter di bawah naungan dinding dan atap yang indah berpendingin udara dalam kompleks Masjidil Haram.
Demikian pula pelataran di sekeliling Ka`bah, Hijr Ismail (tembok setengah lingkaran yang merupakan bagian dari Ka`bah) atau Maqam Ibrahim (cetakan kaki nabi Ibrahim ketika membangun Ka`bah), yang semuanya sudah tak lagi sesederhana dulu.
Berjejalan
Kini, menjelang puncak haji 1427 H yang diperkirakan jatuh pada 30 Desember 2006, Masjidil Haram sudah semakin dipenuhi manusia yang rela berjejalan.
Seminggu lagi, sebanyak 2,8 juta manusia dari berbagai penjuru dunia sudah tumpah ruah di Mekkah dan penerbangan menuju tanah suci pun ditutup.
Saat itu sangat sulit mencari tempat kosong untuk sholat di Masjidil Haram jika datang terlambat. Setiap sudut pun bahkan anak-anak tangga dan tempat yang basah dekat tempat zamzam pun telah digelari sejadah.
Jalan-jalan di kota Mekkah padat merayap, bahkan kendaraan menuju Masjidil Haram dilarang masuk. Berjalan kaki memasuki pelatarannya pun terpaksa berdesak-desakan dengan puluhan ribu jemaah lain.
Namun yang sedikit melegakan, sejak beberapa tahun terakhir tampak bangunan tinggi besar yang masih dalam pengerjaan, tidak jauh dari sisi Masjidil Haram.
Jemaah menebak-nebak bangunan yang terpisah itu akan menjadi Masjidil Haram kedua yang bakal mampu menampung semua jemaah haji dari seluruh dunia.
Perluasan Masjidil Haram terus dilakukan, namun seolah semakin diperluas semakin tak cukup saja tempat ibadah pertama di muka bumi itu menampung jemaah.
Sholat di Masjidil Haram, seperti diriwayatkan pada Hadist, memang lebih utama dari seribu kali sholat di tempat lain dan lebih baik dari seratus ribu kali sholat di tempat lain.(*)
Pewarta: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2006