Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sugiyarto yang dihadirkan sebagai saksi fakta dalam sidang lanjutan praperadilan atas tersangka Suryadharma Ali menuturkan bahwa beberapa penyidik KPK memiliki kompetensi sebagai auditor keuangan.
"Penyidik ada yang punya ilmu sebagai auditor, tugasnya untuk menghitung potensi kerugian negara akibat tindakan korupsi," katanya saat bersaksi di PN Jakarta Selatan, Senin.
Namun ia enggan menjawab ketika ditanya tentang nilai kerugian negara yang diakibatkan atas kasus korupsi penyelenggaraan haji 2010-2013 yang melibatkan nama mantan Menteri Agama itu.
"Kalau itu sudah masuk ranah penyidikan," tuturnya.
Sependapat dengan Sugiyarto, anggota Biro Hukum KPK Nur Chusniah menjelaskan bahwa pegawai KPK memang diangkat berdasarkan keahliannya, termasuk diantaranya adalah anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diangkat menjadi penyelidik.
"Ahli auditor itu akan menggunakan fungsinya sebagai auditor untuk menganalisa alat bukti berupa kuitansi atau nomor rekening untuk menghitung potensi kerugian negara," ujarnya seusai menjalani sidang yang dipimpin oleh Hakim Tunggal Tati Hadiati itu.
Namun KPK akan tetap menunjuk satu auditor independen untuk menguatkan alat bukti yang ditemukan untuk dibawa pada proses penuntutan.
Sebelumnya kuasa hukum SDA, Humphrey Djemat, menyatakan bahwa dugaan kerugian negara akibat kasus korupsi penyelenggaraan haji yang disangkakan atas kliennya seharusnya dihitung oleh auditor independen, bukan oleh penyidik KPK.
"Seharusnya (audit) dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kalau dihitung sendiri kan berarti ada konflik kepentingan yang rawan disalahgunakan, apalagi di KPK sendiri kan pengawasannya tidak dilaksanakan secara akurat," tuturnya seusai menjalani sidang kedua gugatan praperadilan SDA di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.
Pendapat tersebut didukung dengan keterangan pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda yang dihadirkan sebagai saksi ahli dari pihak SDA.
Menurut Chairul, kewenangan penyidik hanya sebatas mencari peristiwa yang menjadi dasar tindak pidana dan mencari dan mengumpulkan alat bukti, bukan membuat alat bukti.
"Kalau (penyidik) menghitung sendiri kerugian negara itu namanya membuat alat bukti, itu jelas tidak bisa dan tidak ada dasar (hukum) kewenangannya," tuturnya.
Suryadharma Ali yang oleh KPK dijadikan tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama periode 2012-2013 mengajukan permohonan praperadilan kepada hakim untuk menyatakan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik-27/01/05/2014 dan Sprin.dik-27A/01/12/2014 tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
Selain itu ia juga memohon menyatakan tidak sah penetapan tersangka, proses penyidikan, dan tindakan lebih lanjut yang dilakukan KPK terkait penyidikan tersebut.
Dalam materi gugatannya, Suryadharma mempermasalahkan kewenangan KPK dalam menangani tindak pidana korupsi sesuai Pasal 11 huruf a Undang-Undang KPK.
SDA juga menuntut KPK membayar ganti rugi sebesar Rp1 triliun atas penetapan dirinya sebagai tersangka yang menyebabkan kerugian.
Kuasa hukum berpendapat, KPK tidak memenuhi syarat menangani kasus Suryadharma karena belum menemukan kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar dari kasus SDA.
Selain itu kuasa hukum juga beranggapan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji tahun 2010-2013 tidak menjadi perhatian masyarakat.
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015