... diadakan saat kekhawatiran tumbuh di Filipina bahwa China berusaha menguasai laut yang penting dan kaya sumber daya tersebut...
Manila (ANTARA News) - Filipina dan Amerika Serikat akan menggandakan pelatihan perang tahunan mereka pada bulan ini, dengan beberapa pelatihan diadakan di dekat "titik panas" Laut Cina Selatan, kata tentara Filipina pada Senin.
Pelatihan 10 hari di antara sekutu lama itu akan diadakan saat kekhawatiran tumbuh di Filipina bahwa China berusaha menguasai laut yang penting dan kaya sumber daya tersebut.
Hampir 12.000 tentara akan terlibat dalam pelatihan tahun ini di beberapa tempat di Filipina, termasuk di sebuah pangkalan angkatan laut yang menghadap langsung ke perairan yang disengketakan itu, kata juru bicara militer Filipina, Letnan Kolonel Harold Cabunoc.
Jumlah itu mencakup 6.600 tentara Amerika Serikat, sementara "hanya" 5.500 personel yang ikut dalam Latihan Balikatan (bahu membahu) pada tahun lalu, kata Cabunoc.
Ia menyatakan perluasan pelatihan peran itu menunjukkan persekutuan kian dalam Filipina dengan bekas penjajahnya tersebut.
"Peningkatan kekuatan Balikatan 2015 itu mencerminkan pertumbuhan tekad Filipina dan Amerika Serikat untuk meningkatkan kemampuan melakukan kerja sama tentara dan kegiatan bukan ketentaraan," kata Cabunoc.
Pasukan Amerika Serikat memainkan peran sangat penting dalam serangan gagal terhadap pemberontak Moro di Filipina, yang menewaskan 44 personel polisi khusus, kata laporan Senat, yang disiarkan pada Maret.
Serangan itu, yang dikenal setempat dengan nama Oplan Exodus, menenggelamkan pemerintahan Presiden Filipina, Benigno Aquino, ke dalam kemelut dan merusak upaya mengakhiri puluhan tahun pemberontakan Moro.
"Tentara Amerika Serikat memainkan peran dalam pelatihan sebelum, dan pemantauan, gerakan itu," kata Senator Grace Poe kepada wartawan saat menyiarkan temuan penyelidikan panitia atas serangan pada 25 Januari tersebut.
"Panitia itu mendapati Amerika Serikat secara hakiki terlibat dalam keseluruhan Oplan Exodus. Mereka menyediakan peralatan, pelatihan dan sandi," katanya.
Oplan Exodus berusaha menangkap atau membunuh dua orang dalam daftar "teroris" paling dicari pemerintah Amerika Serikat, yang tinggal di antara pemberontak Moro di masyarakat petani Filipina selatan.
Salah satu orang itu, Zulkifli bin Hir asal Malaysia, dilaporkan tewas, tapi yang lain, warga Filipina Abdul Basit Usman, lolos saat pemberontak mengepung polisi khusus tersebut dan menewaskan 44 dari mereka.
Penyelidikan polisi sebelumnya menguraikan banyak kesalahan, yang mengarah ke pembantaian pasukan khusus tersebut.
Laporan Senat itu menyatakan Aquino harus bertanggung jawab atas kematian tersebut, tapi juga mengangkat masalah pertanggungjawaban Amerika Serikat, sekutu lama ketentaraan Filipina, yang menolak mengumumkan perannya dalam gerakan tersebut.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015