"Kami mohon supaya majelis hakim pada pengadilan Jakarta Pusat memutuskan terdakwa Antonius Bambang Djatmiko bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara tiga tahun dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan dan denda sebesar Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Titik Utami di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.
Antonius memberikan uang itu kepada Fuad karena dia mengarahkan tercapainya perjanjian konsorsium dan perjanjian kerja sama antara PT Media Karya Sentosa (MKS) dan PD Sumber Daya serta menyampaikan surat dukungan bagi PT MKS kepada Kodeco Energy terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gresik dan Gili Timur.
Jaksa Ahmad Burhanuddin mengatakan pemberian uang dilakukan secara bertahap sejak Juni 2009 sampai 1 Desember 2014 sesuai permintaan Fuad.
Dalam kas PT MKS, menurut jaksa, dicatat sebagai "representative expense untuk fee Bupati Bangkalan untuk pengeluaran tidak resmi."
Pernyataan Fuad yang hanya mengakui pemberian uang Rp2,7 miliar dari Abdur Rouf dan Rp1,5 miliar dari Abdul Hakim dinilai harus ditolak karena tidak berkesuain dengan Manajer Keuangan PT MKS.
"Kas di PT MKS selalu dikeluarkan berdasarkan persetujuan saudara Sardjono dan Achmad Harijanto selalu mengatakan akan memberikan dukungan kepada Fuad Amin dan bahkan yang mengonsep surat dukungan untuk PT MKS," ungkap jaksa.
Ada sejumlah perjanjian perusahaan itu yang yang diteken karena pengaruh Fuad Amin yaitu perjanjian antara PT MKS dan Perusahaan Daerah Sumber Daya, perjanjian dengan PT Kodeco soal penyaluran gas, serta perjanjian PT MKS dan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) mengenai jual beli gas untuk penyerahan gas di Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Gili Timur Madura.
Setelah perjanjian tercapai, Antonius memberikan uang kepada Fuad Amin setiap bulan dengan besaran pemberian Rp200 juta per bulan dari 29 Juli 2011 sampai 4 Februari 2014.
Selain itu ada pemberian uang Rp500 juta pada 31 Januari 2012 melalui rekening BCA dan uang Rp50 juta di Hotel Sheraton Surabaya sekitar 2012 dan pemberian uang Rp200 juta melalui rekening Bank Mandiri pada 4 Maret 2013.
Pada 14 Maret 2013 juga ada pemberian uang Rp200 juta ke rekening Bank Mandiri, lalu pada 30 September sejumlah Rp200 juta ke rekening Bank Mandiri, pada 29 Oktober 2013 sejumlah Rp200 juta ke rekening Bank Mandiri, pada 30 Januari 2014 sejumlah Rp100 juta.
"Januari 2014 terdakwa bertemu dengan Fuad Amin di rumah makan Ding Taifung Plaza Senayan Jakarta dan minta agar PT MKS tetap memberikan uang dan dinaikkan menjadi Rp700 juta setiap bulan walau Fuad Amin tidak menjabat lagi sebagai Bupati Bangkalan," kata jaksa.
"Atas permintaan Fuad, terdakwa menyetujui dan meminta bagian uang sejumlah Rp100 juta dari uang Rp700 juta per bulan dari Fuad Amin," tambah jaksa.
Jaksa juga mengungkapkan bahwa PT MKS memberikan uang kepada Kepala Divisi Pemasaran BP Migas pada Juli 2006-2008 Budi Indianto karena membantu dalam proses permohonan untuk mendapatkan alokasi gas bumi di Blok Poleng Bangkalan kepada Kodeco.
Budi mendapatkan uang total Rp2,1 miliar sehingga dikategorikan sebagai memperdagangkan pengaruh. Dia sudah mengembalikan Rp500 juta di antaranya kepada KPK.
Pemberian uang juga dilakukan kepada Direktur Utama PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) 2002-2007 Samiudin terkait pembuatan perjanjian penjualan gas ke PT PJB untuk operasi unit pembangkit listrik di Gresik. KPK sudah menyita uang Rp200 juta yang diberikan PT MKS tersebut.
Perusahaan itu juga memberikan Rp200 juta kepada Komisaris Utama PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) 2004-2007 Bambang Hermyanto karena perannya terkait laporan kerja sama Jual Beli Gas antara PT PJB dengan PT MKS kepada pemegang saham PT PJB yaitu PT PLN dengan PT MKS. Semua uang pemberian itu sudah dikembalikan ke KPK.
Atas tuntutan itu, Antonius akan menyampaikan nota pembelaan pada 13 April 2015.
Dalam sidang itu hakim juga memutuskan untuk membuka blokir rekening keluarga Antonius karena menilai rekening itu tidak berkaitan langsung dengan perkara.
"Karena tidak ada kaitan langsung dengan perkara ini dan alasan kemanusiaan maka kami buka, sedangkan kalau pembukaan blokir rekening direksi belum bisa majelis tentukan sikap dengan berbagai pertimbangan," kata ketua majelis hakim Prim Haryadi.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015