Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 13 pulau di wilayah perairan Kepulauan Seribu telah tercemar tumpahan minyak selama kurun waktu tiga tahun pada 2003 hingga 2005. "Ke-13 pulau tersebut diduga tercemar tumpahan minyak dari buangan ganti oli atau pencucian kapal atau tanker saat `loading` dan berupa air terproduksi yang telah melebihi ambang batas atau pipa produksi minyak yang pecah," kata Deputi Direktur Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut (PKSPL), IPB, Luky Ardianto, di Jakarta, Senin (18/12). Pulau-pulau yang terkena tumpahan di Kepulauan Seribu adalah Sebaru, Genting, Kaliaga, Kotok Kecil, Kotok Besar, Bira Besar, Belanda, Perak, Kelapa, Opak Kecil, Opak Besar, Congkak, dan Simpit. Luky mengatakan, tumpahan minyak di perairan Kepulauan Seribu itu telah menyebabkan kerusakan pada ekosistem perairan, berupa matinya berbagai spesies di perairan serta terganggunya fungsi-fungsi ekologis ekosistem, seperti ekosistem terumbu karang. Selain itu, matinya berbagai jenis biota perairan juga berakibat pada menurunnya pendapatan nelayan. Tumpahan minyak juga berakibat pada menurunnya tingkat kunjungan wisatawan ke pulau-pulau tersebut. "Terdapat beberapa kerusakan yang potensial terjadi dalam jangka panjang, salah satunya menurunnya tingkat keanekaragaman hayati di sekitar pulau yang tercemar," katanya. Menurut dia, jenis minyak yang tumpah tersebut bersifat persisten, karsinogenik, dan mutagenik, sehingga berbahaya bagi biota di sekitarnya. Kerusakan aktual dan potensial yang terjadi itu menimbulkan kerugian materi bagi masyarakat lokal, pelaku industri pariwisata, dan pemerintah setempat. Secara ekologis kerugian berupa pendapatan nelayan, tingkat kunjungan wisatawan, "nursery ground", perlindungan pantai, nilai keanekaragaman hayati, dan nilai ekosistem, bila dinominalkan mencapai Rp157.544.017,4 hingga Rp174.981.017,4 per hektare per tahun. Nilai manfaat ekonomi total bagi ekosistem terumbu karang di sekitar pulau-pulau yang terkena tumpahan minyak di perairan Kepulauan Seribu berkisar antara Rp58.697.750.018 hingga Rp65.194.427.478 per tahun. Luky mengatakan, nilai-nilai tersebut tidak dapat langsung digunakan sebagai nilai ganti rugi yang harus diberikan kepada para pemangku kepentingan. "Namun nilai ini dapat menjadi basis bagi `total damage value` dan kemudian menjadi nilai klaim ganti rugi setelah melalui serangkaian analisis kebijakan," katanya.(*)

Copyright © ANTARA 2006