New York (ANTARA News) - Majalah Rolling Stone gagal mematuhi prinsip dasar jurnalistik karena menarik kembali artikel mengenai pemerkosaan berkelompok di sebuah rumah persaudaraan di Universitas Virginia.

"Penyangkalan Rolling Stone mengenai bahasan utama 'A Rape on Campus' (pemerkosaan di kampus) adalah kisah soal kesalahan jurnalistik yang tak bisa dihindarkan," bunyi kajian Columbia Journalism Review yang menulis kajian atas permintaan majalah itu. "Kesalahannya mencakup peliputan, penyuntingan, supervisi penyuntingan dan pemeriksaan fakta."

Diketuai dekan Fakultas Jurnalistik Universitas Columbia, kajian ini memeriksa proses editorial di balik kisah eksplosif itu yang menimbulkan pertanyaan dari banyak media itu setelah disiarkan November tahun lalu.

Artikel yang ditulis Sabrina Rubin Erdely itu merinci kesaksikan rinci mengenai pemerkosaan berkelompok pada 2012 dari seorang perempuan berinisial "Jackie" yang mengaku menghuni rumah persaudaraan selama tahun pertamanya kuliah. Perempuan ini menuduh pihak universitas menoleransi budaya yang mengabaikan kekerasan seksual terhadap wanita.

Desember tahun lalu Rolling Stone meminta maaf atas ketidakcocokkan dalam kesaksian itu dan mengakui tidak berusaha mencari pendapat tujuh pria yang dituduh melakukan pemerkosaan berkelompok itu.

Columbia Journalism Review sebelum ini telah menempatkan artikel tersebut pada urutan teratas daftar "Jurnalisme Terburuk 2014," karena tidak mengecek kesaksian Jackie kepada sumber-sumber lainnya, termasuk kepada para terduga pemerkosa dan tiga teman yang disebut tidak bersimpati kepada korban.

Bencana jurnalistik ini diperkirakan bakal merusak kredibilitas majalah yang didirikan pada 1967 dan terkenal berkat liputan musik pop itu. Majalah ini juga pernah dianggap perintis bagi "Jurnalisme Baru" pada 1960-an dan 1970-an, yakni pendekatan yang dicirikan oleh masuknya emosi reporter dalam subjek liputannya.

Ada juga yang memprihatinkan pengelabuan dalam artikel itu akan berbalik merugikan korban serangan seksual karena aduan mereka nanti tak akan ditanggapi serius oleh pihak berwajib, demikian Reuters.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015