Jakarta (ANTARA News) - Deputi bidang Pendanaan Pembangunan Bappenas Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan, usulan pinjaman luar negeri (LN) baru yang diajukan kementerian, lembaga, dan pemerintahan daerah pada 2006-2009 mencapai sekitar 30-35 miliar dolar AS.
Usulan pinjaman yang terdapat dalam Strategi Peminjaman Pemerintah atau Country Borrowing Strategy (CBS) 2006-2009 tersebut, dijelaskan Lukita pada akhir pekan ini di Cisarua, belum tentu akan diluluskan seluruhnya oleh Bappenas tergantung kelayakan proyek dan program yang akan dibiayai dan kesepakatan dengan Departemen keuangan (Depkeu).
"Yang kita penuhi, paling besar separuhnya menjadi
shopping list (daftar belanja). Dan belum tentu juga setengahnya menjadi pinjaman," katanya.
Padahal, dalam dokumen yang belum ditandatangani oleh Presiden Yudhoyono tersebut, Bappenas menyebutkan bahwa kapasitas komitmen baru per tahun dari 2006-2009 adalah 3,2-3,6 miliar dolar AS untuk pinjaman program, pinjaman proyek dan fasilitas kredit ekspor.
Kapasitas itu didasarkan pada arahan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) untuk menurunkan rasio utang hingga 31,8 persen pada 2009 dan data historis pemerintah bahwa kapasitas penyerapan pinjaman hanya 1,7-2,9 miliar dolar AS per tahun.
Selain itu, tambahnya, masih ada lagi usulan lain yang juga masuk, yaitu untuk pemenuhan alat utama sistem senjata (alutsista) dan alut Polri sebesar 4,5 miliar dolar AS sampai 2009, serta kebutuhan investasi PT PLN sebesar 13,3 miliar dolar AS sampai dengan 2009.
Dia mengatakan, pemerintah juga mencatat bahwa kebutuhan pinjaman masih akan besar untuk pembiayaan defisit mengingat kontribusi dari privatisasi dan penjualan aset hasil restrukturisasi perbankan terbatas, sedangkan jatuh tempo pinjaman dalam negeri antara 2007-2009 masih sangat besar
Oleh karena itu, jelasnya, pemerintah tidak akan ngotot untuk menekan rasio utang pemerintah pada 2009 hingga 31,8 persen seperti target pada RPJM 2005-2009 mengingat kebutuhan pinjaman yang besar itu.
"Kita optimistik pada 2009 angka 31,8 itu bisa dicapai, namun dengan kebutuhan yang makin besar misalnya kebutuhan PLN untuk memenuhi pembangunan listrik yang sangat besar, kita mungkin tidak akan terlalu
rigid (kaku) untuk mencapai 31,8 persen sepanjang kita yakin betul bahwa proyek itu akan memberi akselerasi pada pertumbuhan pembangunan," katanya.
Dalam RPJM 2005-2009, pemerintah memproyeksikan penurunan rasio utang secara bertahap dari 48,0 persen dari PDB pada 2005 (21,6 persen utang LN dan 26,3 persen utang dalam negeri/DN), menjadi 43,9 persen pada 2006 (19,3 persen utang LN dan 24,6 persen utang DN).
Pada tahun 2007 rasio utang itu diturunkan lagio menjadi 39,5 persen (16,7 persen utang LN dan 22,8 persen utang DN), 35,4 persen pada 2008 (14,4 persen utang LN dan 21,0 persen utang DN), dan 31,8 persen pada 2009 (12,6 persen utang LN dan 19,2 persen utang DN).(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006