Ini siapa yang membuat? Saya mau tahu orangnya. Ini bagus sekali"
Jakarta (ANTARA News) - Firdaus (32) sedang sibuk memotong vertikal selembar kertas koran menjadi delapan bagian, sementara Haris (36) melintingnya satu per satu di atas papan putih sambil sesekali mengoleskan perekat.
Beberapa menit kemudian, jadilah puluhan lintingan koran, dimana Firdaus akan merapatkan dan membentuknya menjadi sebuah lempengan panjang seperti papan, yang akan ia buat menjadi berbagai macam replika.
Kali ini, kedua narapidana kasus penyalahgunaan narkoba tersebut hendak membuat kotak tisu yang akan dipasarkan pada "Karya Unggulan Narapidana 2015" di Plasa Pameran Kementerian Perindustrian di Jakarta.
Bagi Firdaus, pameran kali ini merupakan yang ketiga, di mana ia dapat memajang dan memasarkan hasil karyanya kepada masyarakat dengan harga relatif terjangkau.
Replika dari lintingan-lintingan koran berbentuk becak, sepeda ontel, rumah gadang, rumah Nias, bahkan kapal phinisi pernah ia replikakan, namun yang paling spektakuler adalah motor besar Harley Davidson dengan ukuran sama seperti aslinya pernah ia buat bersama 27 warga binaan lainnya.
"Kami membuatnya dalam waktu 2,5 bulan dengan menghabiskan 100 kwintal koran bekas. Material yang paling sulit dibuat adalah bagian mesinnya. Karena detailnya harus sama persis," kata Firdaus berbinar.
Mengaku lupa dengan harga jual salah satu mahakaryanya tersebut, peplika motor Harley Davidson yang Firdaus buat saat ini berada di kantor seorang Direktur Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia.
Banjir pesanan sejak menunggu putusan sidang pada 2011, Firdaus mulai belajar membuat berbagai macam replika dari lintingan koran bersama sebelas warga binaan lainnya.
"Awalnya saya iseng tidak ada kerjaan. Sambil menunggu putusan sidang, saya ikut belajar membuat kerajinan dari lintingan koran ini," ujarnya.
Hingga tahun keempat, Firdaus kebanjiran pesanan dari dalam maupun luar negeri, seperti dari Jepang maupun Nigeria. Jumlahnya pun tak tanggung-tanggung, pernah mencapai seribu buah. Termasuk pesanan yang datang dari tahanan lainnya yang juga mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar, yang memesan 1.000 buah kotak tisu untuk dijual ke Jepang.
Firdaus mengaku, saat itu ia mendulang rezeki berlimpah. Dengan upah Rp10.000 per buah, Firdaus dan rekannya mendapat jatah jutaan rupiah.
"Harganya sekitar Rp35.000 dan kami mendapat upah Rp10.000 per buah. Sisanya untuk kantor, untuk membeli bahan bakunya," ujar bapak dua orang anak ini.
Pesanan bahkan mulai datang dari kawan-kawan Firdaus di luar tahanan, yang mengetahui tentang kebisaan pria asal Ibukota Jakarta tersebut.
Semua pesanan ia penuhi bersama Haris, yang baru saja belajar membuat kerajinan linting koran tersebut, karena kebanyakan teman-teman Firdaus yang menggeluti kerajinan itu sudah menghirup udara bebas.
Dengan keahlian barunya, Firdaus mempu "mencetak" rupiah dari balik jeruji besi, yang bisa ia gunakan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari selama menjalani masa tahanan di lapas.
"Selama empat tahun menekuni kerajinan linting koran ini, hasilnya lumayan untuk tambahan makan dan 'ngopi' di lapas. Jadi, tidak menyusahkan orang rumah," ujarnya.
Firdaus bertekad untuk berwirausaha dengan keahliannya tersebut saat keluar dari Lapas Kelas 1 Tangerang, yakni pada Juli 2015, karena ia yakin. "Terimakasih kepada para pembina di Lapas Kelas 1 Tangerang yang sudah memberikan peluang dan waktu untuk membina saya hingga memiliki keahlian ini. Saya merasa ini bermanfaat sekali," kata Firdaus.
Pujian dua menteri saat Pameran Karya Unggulan Narapidana 2015 menjadi salah satu peluang warga binaan untuk memasarkan produk-produk hasil kerajinan yang mereka buat di balik ruang tahanan, termasuk karya replika lintingan koran milik Firdaus.
Kali ini, pameran terasa istimewa karena diresmikan oleh dua menteri, yakni Menteri Perindustrian Saleh Husin dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.
"Melalui penyelenggaraan kegiatan ini, diharapkan dapat membangun citra positif atas berbagai upaya pembinaan yang telah dilakukan," ujar Menperin.
Sementara itu, Menkumham mengatakan bahwa hasil karya unggulan para warga binaan tidak dapat dipandang sebelah mata, karena dibalik renggutan kebebasan mereka masih mau membuat karya yang nilai ekonominya tinggi.
"Hasil binaan kami akan berhasil apabila mereka merasa apa terlahir kembali menjadi manusia baru, manusia yang lebih baik dan mampu berusaha sendiri ketika sudah tidak menjadi warga binaan," kata Menkumham.
Usai meresmikan pameran tersebut, kedua menteri berkesempatan berkeliling plasa pameran, melihat-lihat hasil karya unggulan para narapidana.
Ketika berhenti pada stan yang memajang replika rumah adat Nias dari lintingan koran milik Firdaus, kedua menteri berhenti, memegang dan mengamati.
"Ini siapa yang membuat? Saya mau tahu orangnya. Ini bagus sekali," tanya Menkumham saat itu.
Setelah mencari-cari, kedua menteri tidak dapat menemukan Firdaus, karena pada hari pembukaan pameran, Firdaus dan Haris tidak hadir.
"Ini unik sekali, saya bangga ada narapidana yang mampu membuat karya ini," ujar Menperin seraya mengangkat karya Firdaus.
Firdaus dan Haris sepatutnya bangga karena dari balik jeruji besi pun mereka tidak hanya mampu "mencetak" rupiah, namun juga melahirkan kebanggaan, yang tidak semua orang di luar penjara sekali pun bisa dapatkan.
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015