Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perdagangan tengah menyusun strategi dan langkah-langkah guna menyeimbangkan neraca perdagangan antara Indonesia dengan Tiongkok, dimana saat ini neraca perdagangan mengalami defisit 13 miliar dolar Amerika Serikat.
"Kemendag tengah menyusun langkah strategis untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok," kata Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, dalam siaran pers yang diterima, Kamis.
Rachmat mengatakan, selain menyusun langkah strategis tersebut, pihaknya juga memfokuskan produk-produk ekspor Indonesia yang akan ditingkatkan ke Negeri Tirai Bambu sebagai tidak lanjut kesepakatan Presiden Joko Widodo dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, yang dicapai pada saat rangkaian kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 25-28 Maret 2015 lalu.
Menurut Rachmat, beberapa langkah yang diinisiasi Presiden Jokowi untuk mengurangi defisit perdagangan tersebut antara lain melalui pengurangan tarif dan penghapusan hambatan nontarif bagi produk unggulan Indonesia, memperkuat kerja sama mutual recognition agreement (MRA), serta memfasilitasi penggunaan mata uang lokal masing-masing negara.
"Hubungan perdagangan bilateral harus berimbang dan saling menguntungkan bagi kedua negara," lanjut Rachmat.
Dalam kunjungan tersebut, Presiden Xi Jinping juga menyatakan persetujuannya untuk melakukan langkah-langkah demi menyeimbangkan defisit neraca perdagangan bagi Indonesia.
Pemerintah Tiongkok sebagai pihak yang menikmati surplus perdagangan akan membantu meningkatkan keseimbangan neraca perdagangan dengan membuka akses pasar Indonesia yang lebih luas dan membantu mempromosikan produk ekspor Indonesia di pasar Tiongkok.
Rencana pembukaan kantor Indonesia Trade and Promotion Centre (ITPC) di Shanghai serta House of Indonesia di beberapa kota di Tiongkok merupakan langkah strategis Kemendag untuk meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke pasar Tiongkok.
"Dalam lima tahun ke depan, Kemendag akan memfokuskan pengembangan produk ekspor potensial Indonesia ke pasar Tiongkok, seperti produk batu bara, produk kimia, crude palm oil (CPO) dan turunannya, produk kayu kertas dan furnitur, serta tekstil dan produk tekstil (TPT)," tambah Rachmat.
Berdasarkan data statistik, nilai perdagangan bilateral kedua negara pada tahun 2014 mencapai 48,2 miliar dolar AS dengan defisit neraca perdagangan bagi Indonesia sebesar 13 miliar dolar AS.
Neraca perdagangan Indonesia terhadap Tiongkok mengalami defisit selama periode 2010-2014 dengan tren pertumbuhan negatif sebesar 32,57% persen Di sisi lain, total perdagangan kedua negara pada periode yang sama menunjukkan pertumbuhan positif dengan tren sebesar 6,65 persen.
Ekspor Indonesia ke Tiongkok pada periode Januari 2015 tercatat sebesar 1,25 miliar dolar AS atau turun 33,16 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 1,87 miliar dolar AS. Sementara impor Indonesia dari Tiongkok juga menurun 1,48 persen dari 2,73 miliar dolar AS pada Januari 2014 menjadi 2,69 miliar dolar AS pada periode Januari 2015.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015