Dengan cara seperti ini (tuntutan dan vonis ringan), maka pemberantasan IUU (Illegal, Unidentified, and Unregistered Fishing"

Jakarta (ANTARA News) - Keberhasilan pemberantasan kapal penangkapan ikan eks-asing yang diduga melakukan pencurian ikan di kawasan perairan Indoensia tercoreng dengan ringannya hasil kasus Hai Fa yang telah dilepaskan kembali kepada pemiliknya.

"Dengan cara seperti ini (tuntutan dan vonis ringan), maka pemberantasan IUU (Illegal, Unidentified, and Unregistered Fishing" akan kembali ke awal," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, Rabu.

Kapal MV Hai Fa itu sendiri merupakan kapal raksasa (berbobot 4.306 gross tonnage) berbendera Panama dengan awak buah kapal yang didominasi warga negara Republik Rakyat Tiongkok.

Pada akhir Desember 2014, patroli Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP bersama dengan aparat TNI AL mengamankan kapal MV Hai Fa ketika merapat di Pelabuhan Wanam, Merauke.

Setelah melalui penyidikan hingga masuk ke persidangan, ternyata hasilnya hanya vonis hakim terhadap nakhoda Kapal MV Hai Fa bernama Zhu Nian Lee dengan denda sebesar Rp200 juta dan subsider hukuman penjara enam bulan, karena melanggar Pasal 100 UU No. 31/2004 tentang Perikanan di Pengadilan Negeri Ambon.

Hal itu membuat pemberantasan kapal eks-asing di kawasan perairan Indonesia menjadi tercoreng, padahal menurut Susi, keberhasilan hingga kini telah luar biasa.

Selain itu, Menteri Susi juga mencemaskan bahwa hal seperti itu tidak akan membuat jera kapal asing dan berpotensi memarakkan kembali tindak pencurian ikan.

Berdasarkan data KKP, sampai dengan bulan Maret 2015, telah berhasil ditangkap 31 kapal ikan pelaku "illegal fishing", yang terdiri dari 16 kapal perikanan asing dan 15 kapal perikanan Indonesia.

Sebelumnnya, pemerintah melalui Tim Satgas Pemberantasan "Illegal Fishing" (Pencurian Ikan) siap guna melakukan analisis dan evaluasi (Anev) atau audit kepatuhan kapal-kapal perikanan eks-asing yang berkapasitas di atas 30 GT.

"Anev ini adalah kegiatan audit kepatuhan untuk melihat dua hal, yaitu apakah kapal eks-asing secara formil dan materiil dimiliki WNI atau badan hukum Indonesia," tutur Ketua Tim Satgas Pemberantasan Illegal Fishing Mas Achmad Santosa dalam jumpa pers di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis (5/3).

Achmad memaparkan, Anev dilakukan untuk menertibkan perizinan penangkapan ikan oleh kapal eks-asing selama moratorium diterapkan 3 November 2014 hingga 30 April 2015.

Kegiatan Anev kapal tidak hanya melihat kelengkapan dokumen administratif, namun juga untuk memverifikasi secara materiil serta mengetahui tingkat kepatuhan kapal-kapal penangkap/pengangkut ikan eks-asing selama dua tahun sebelum moratorium atau sejak November 2012 sampai 3 November 2014.

Adapun aspek-aspek yang akan diberikan adalah aspek legalitas subyek hukum pemilik kapal, aspek perizinan dan kewajiban terkait operasional kapal, serta aspek kepatuhan pemilik kapal dalam membayar pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

(M040/C004)

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015