Jakarta (ANTARA News) - Dokter spesialis jantung dr. Siska S. Danny, SpJP mengungkapkan bahwa selain melalui bantuan tenaga medis, pemeriksaan tekanan darah bisa dilakukan mandiri.
"20-30 persen tekanan darah yang diambil pihak medis di rumah sakit atau klinik lebih tinggi dari tekanan darah real-nya. Ini disebut white collar effect, misalnya karena harus berhadapan dengan dokter," kata dia di Jakarta, Selasa.
"Makanya harus dilakukan monitor tekanan darah mandiri di rumah," tambah dokter dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita itu.
Siska mengatakan, pemeriksaan tekanan darah mandiri memiliki sejumlah syarat khusus, di antaranya harus menggunakan alat pengukur yang presisi dan tidak boleh secara sembarangan.
"Ukur tekanan darah setiap 3-4 hari, lalu dilakukan pagi dan malam atau waktu lainnya," kata Siska.
Selain itu, lakukanlah 2-3 kali pengukuran setiap kalinya dan catat rata-rata tekanannya. "Jangan lupa, lakukan pemeriksaan di ruang yang tenang dengan posisi duduk, punggung dan lengan disangga. Serta, ukurlah tekanan darah 3-5 menit setelah istirahat," kata dia.
Siska mengungkapkan, selain pasien hipertensi hasil diagnosa pihak medis, pasien yang baru memulai terapi anti hipertensi, perempuan hamil dan orang yang berisiko mengalami hipertensi terselubung, disarankan melakukan pemeriksaan tekanan darah mandiri.
"Penderita hipertensi terselubung itu saat periksa di klinik tekanan darahnya rendah, tetapi saat periksa di rumah, tekanannya tinggi," ungkap Siska.
Siska menambahkan, sekalipun dapat dilakukan mandiri, dia tetap menyarankan terutama pasien hipertensi melakukan kontrol ke dokter.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015