Jakarta (ANTARA News) - Meskipun dinyatakan sebagai buronan oleh Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi di DPRD Banten, Dharmono K. Lawi, mengirim surat terbuka kepada Jaksa Agung yang isinya menolak tuduhan, dan menolak dijadikan buronan.
Surat terbuka tertanggal 14 Desember 2006 juga disampaikan kepada wartawan DPR/MPR di Jakarta, Jumat. Surat yang sama juga disampaikan kepada Presiden, Ketua MPR, Ketua DPR, Pimpinan Fraksi PDIP DPR dan pimpinan media massa.
Dalam surat itu, Dharmono menganggap dirinya telah mengalami penistaan luar biasa dan menyatakan protes atas penetapannya sebagai pelaku korupsi. Dia pun memprotes fotonya ditayangkan di media massa pada 11 Desember 2006.
"Saya sebagai pihak yang merasa buntu mencari keadilan, dan karenanya saya tengah mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang berkasnya sudah diterima MA pada 10 November 2006," katanya.
Menurut dia, pihak kejaksaan menyatakan buron pada Februari 2006, padahal fakta hukumnya dirinya menghindari eksekusi sejak 13 April 2006. Dia juga menolak disamakan dengan gembong teroris, Noordin M. Top, yang disebut-sebut sering berganti penampilan.
"Pihak kejaksaan tidak pernah menyampaikan secara jujur dan terbuka tentang adanya fakta hukum bahwa mereka telah memberi penangguhan penahanan kepada 63 mantan anggota DPRD di Indonesia yang kalah kasasi dengan alasan tengah PK," demikian Dharmono K. Lawi.
Sementara itu, Kejaksaan Agung mencatat Drs. Dharmono K. Lawi, Msi bin Kromo Lawi yang lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 16 Desember 1955, didakwa melakukan tindak pidana korupsi Dana Perumahan dan Dana Bantuan Kegiatan DPRD Provinsi Banten yang berkaitan dengan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002.
Dalam siaran pers pada 11 Desember 2006 yang ditandatangani Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung, Drs. Salman Maryadi SH, disebutkan bahwa Dharmono K. Lawi menjadi "buronan tindak pidana korupsi". (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006