Tiap Senin, saat upacara, kami tanyakan 'siapa yang sarapan?'
Jakarta (ANTARA News) - Bel tanda pelajaran dimulai berbunyi, siswa-siswi SDN 3 Sedayu, Bantul, Yogyakarta yang tengah asyik bermain pun berlarian masuk kelas.
Sabtu kemarin, kelas yang mereka hadiri sedikit berbeda, mereka mendapat tambahan pengetahuan tentang pentingnya sarapan di pagi hari.
Angga Yugo Asmoro Murti, siswa kelas IV, mengaku selalu sarapan sebelum ia berangkat sekolah.
"Kata mama, kalau nggak sarapan nanti lemas," ceritanya.
Angga biasanya menyantap roti, ditemani segelas teh atau susu.
Haruskah kita sarapan?
Ahli Gizi Prof. Ir. Hardinsyah, MS., PhD saat ditemui pada acara Kampanye "Sarapan Sehat dan Jajanan Aman Menuju Generasi Sehat Berprestasi" di sekolah tersebut, menyarankan perlunya membiasakan sarapan sejak usia dini.
Selama ini, ada dua masalah utama tentang sarapan, yaitu mereka yang belum sarapan dan mereka yang sarapan tapi belum memenuhi gizi.
"Gizi pagi itu 1/4 dari gizi harian," kata Hardinsyah yang juga ketua Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (Pergizi Pangan).
Dari 30 ribu orang yang berada dalam kelompok usia 6-12 tahun yang diteliti, 45 persen anak sarapan belum memenuhi gizi pagi yang diperlukan.
Setidaknya sudah ada 103 studi tentang sarapan di dunia, kata Hardinsyah.
Sarapan membantu menjaga stamina anak di pagi hari agar ia tidak pusing dan lemas. Contoh kasus yang sering terjadi adalah anak yang pingsan saat upacara bendera akibat tidak sarapan.
Kondisi fisik yang tidak prima di pagi hari dapat mengganggu konsentrasi saat belajar. Anak tidak fokus belajar karena ia merasa lemas, pusing atau sakit perut.
Dalam jangka panjang, tidak sarapan dapat berdampak pada prestasi belajar. Menurut pengajar di Institut Pertanian Bogor itu, anak yang sarapan memiliki kemungkinan untuk berprestasi lebih baik daripada yang tidak.
Selain manfaat kesehatan, sarapan juga melatih anak untuk disiplin sekaligus menunjukkan adanya kebersamaan dalam keluarga.
"Kalau sarapan bersama, ada kebersamaan untuk mensyukuri, berdoa dan juga melatih anak untuk makan beragam," kata dia.
Menu sarapan
Menu sarapan sebaiknya memenuhi kebutuhan gizi pagi, yaitu seperempat dari gizi harian.
Saat kampanye berlangsung, siswa diajak sarapan dengan mie yang diberi telur dan sayuran.
Hardinsyah menyarankan menu sarapan sebaiknya juga diberi 50 gram sayur, selain menyantap karbohidrat.
"Kalau mampu, pakai buah. Minum bisa dengan air putih atau susu," tambahnya.
Ditemui dalam kampanye tersebut, Manajer Umum Komunikasi Korporat PT Indofood Sukses Makmur Tbk Stefanus Indrayana menyatakan mie dapat digunakan sebagai alternatif pangan karbohidrat.
Mie, yang mengandung tepung gandum, sebagai sumber karbohidrat sebaiknya dikonsumsi dengan makanan pendamping seperti telur dan sayur untuk memenuhi kebutuhan gizi lainnya.
Waktu sarapan
Sarapan sehat tidak hanya dilihat dari menu, tetapi juga waktu sarapan.
"Sarapan sehat itu tepat sebelum tubuh kekurangan," kata Hardinsyah.
Bagi anak yang bersekolah, sebaiknya sarapan dilakukan sebelum anak mulai belajar.
Misalnya, anak di kota besar yang masuk sekolah pukul 06.30, sarapan dapat dilakukan pukul 06.00 pagi
Sementara itu, untuk pelaku kegiatan lainnya, misalnya pekerja yang masuk malam, ia menyarankan untuk membatasi sarapan dilakukan sebelum jam 09.00 pagi.
Pada anak, ia mengatakan kendala yang dihadapi umumnya adalah keengganan untuk mengonsumsi sayur.
Anak umumnya tidak mau mengonsumsi sayur atau buah saat sarapan karena tidak terbiasa. Ia juga melihat ada kecenderungan orang tua yang tidak menyukai sayur dan buah akan menularkan kebiasannya pada sang anak.
Untuk mengatasinya, ia mengatakan dapat menggunakan sistem pemberian hadiah.
Atau, dapat juga dilakukan sistem hukuman. Misalnya, anak yang tidak menghabiskan sayur akan ditambah porsi sayurnya.
Peran kantin sekolah.
Banyak anak yang tidak sempat sarapan karena kesiangan.
Marlino Erlan Saputra, siswa kelas IV SDN 3 Sedayu salah satunya. Ia tidak sarapan hari ini karena terlambat bangun.
Begitu sampai sekolah, ia langsung membeli roti.
Kepala SDN 3 Sedayu Muji Widada mengatakan ia selalu menganjurkan anak didiknya untuk sarapan agar mereka memiliki tenaga untuk berpikir saat di kelas nanti.
"Tiap Senin, saat upacara, kami tanyakan 'siapa yang sarapan?'" kata dia.
Ia juga mengajak warga di sekolahnya untuk jajan sehat, tidak membeli makanan dari sembarang pedagang.
Kantin sekolah mendapat pengawasan langsung dari guru olahraga.
Di kantin mereka, menu makanan dengan porsi kecil berganti setiap hari. Misalnya, Senin untuk nasi dengan sayur dan Selasa dengan menu nasi dan ikan.
"Jadi, anak yang tidak suka, mau nggak mau makan sayur," kata Sulastri, penanggung jawab kantin sekolah.
Sulastri mengatakan makanan ringan yang dijual juga atas persetujuan guru, misalnya kebanyakan yang dijual adalah cokelat.
Edukasi sarapan
Kendala yang dihadapi saat memberi penyuluhan pentingnya sarapan pada anak adalah banyak dari mereka yang diam saja ketika ditanya.
Untuk itu, kata Hardinsyah, Pergizi Pangan sejak tahun lalu membuat komik yang menceritakan pengalaman sarapan untuk kampanye mereka.
Indrayana mengatakan dalam kampanye yang diadakan pada Februari-April di 10 kabupaten di Pulau Jawa ini, bertujuan agar masyarakat, terutama perempuan, mengetahui pentingnya gizi.
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015