Yogyakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan, mengatakan kenaikan harga beras yang terjadi di sejumlah daerah belakangan ini dapat mengancam laju inflasi nasional. "Minggu lalu kenaikannya 5 persen tetapi sampai 13 Desember kemarin sudah 7,5 persen rata-rata secara nasional. Ini memang cukup serius. Kalau kita lihat Nopember lalu juga naik. Ini agak luar biasa baru 13 hari sudah 7,5 persen," kata Rusman kepada ANTARA di Yogyakarta, Jumat. Rusman mengharapkan upaya pemerintah untuk melakukan operasi pasar (OP) beras di beberapa daerah bisa berhasil menekan kenaikan harga beras, sehingga tidak berdampak terlalu buruk terhadap laju inflasi. Sebab, jika menghitung kenaikan sebesar 7,5 persen dikalikan dengan bobot beras di dalam inflasi sebesar 6 persen, maka beras akan menyumbang inflasi pada Desember sebesar 0,45 persen. "Itu baru dari beras. Asumsinya kalau tidak ada barang lain yang naik berarti inflasi yang terbentuk hanya dari kenaikan beras, tetapi kalau ada barang lain yang naik akan menambah inflasi," katanya. Namun, jumlah itu belum memperhitungkan jika setelah tanggal 13 hingga akhir bulan harga beras tetap naik atau tidak berhasil diturunkan. "Setelah 13 Desember apakah harga beras akan turun, karena kebijakan OP pemerintah atau OP berjalan tetapi tidak pengaruh banyak, kita belum tahu, kan baru hari ini digelar OP beras di DKI," katanya. Namun Rusman memperkirakan dampak kenaikan harga beras tidak akan berpengaruh terhadap perhitungan inflasi tahun kalender yang ditargetkan sebesar 8 persen. "Pengaruhnya tidak terlalu besar, karena sampai Nopember inflasi kita 5,32 persen, jadi kalau naik 1 persen masih 6,32 persen. Saya kok menaksir inflasi seluruh tahun sekitar 6 sampai 6,5 persen," katanya. Kalaupun ternyata harga beras terus naik selama Desember, Rusman memperkirakan pengaruhnya terhadap inflasi tahunan tidak akan mencapai 8 persen. (*)

Copyright © ANTARA 2006