Pekanbaru (ANTARA News) - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau, Said Saqlul Amri, mengungkap tentang adanya pengumpulan uang dari satuan kerja perangkat daerah terkait kasus suap pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Riau, yang kini ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Said Saqlul bicara "blak-blakan" kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK di Sekolah Polisi Negara Kota Pekanbaru, Jumat.
Ia mengatakan bahwa Annas Maamun saat masih aktif sebagai Gubernur Riau pernah memerintahkan Asisten II Setdaprov Riau Wan Amir, untuk mengumpulkan uang yang diduga ada kaitannya dengan suap Rancangan APBD.
"Ada pertanyaan (KPK) uang yang diminta Gubernur non aktif Annas Mamun ke BPBD melalui Asisten II. Asisten komunikasikan ke saya untuk sediakan uang, bukan meminta uang. Ya, kira-kira di bawah Rp500 juta," ujar Said.
Ia mengatakan mengambil uang tersebut dari dana operasional BPBD, yang waktu itu tengah sibuk dengan upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Riau.
Namun, ia mengaku tidak mengetahui uang tersebut digunakan untuk apa karena Wan Amir hanya mengatakan dana tersebut untuk pinjaman.
"Saya tak tahu untuk apa, dulu kata Asisten II hanya pinjaman," katanya.
Pada hari yang sama, penyidik KPK juga memeriksa dua pejabat dari Kabupaten Rokan Hilir (Rohil). Keduanya adalah Kepala Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Rohil Arsyad Rahim, dan Kepala Dinas Pasar Rohil Ibus Kasri. Namun, keduanya tidak banyak berkomentar tentang isi pemeriksaan.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Gubernur Riau nonaktif, Annas Maamun sebagai tersangka pemberi suap rancangan APBD Perubahan Pemprov Riau tahun 2014. Tak lama berselang, KPK juga menetapkan A Kirjauhari yang diduga disuap oleh Annas menjadi tersangka.
Annas diduga telah memberi atau janjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud berbuat atau tidak berbuat sesuatu terkait pembahasan rancangan APBD Perubahan 2014 dan Rancangan APBD murni 2015. Sejauh ini KPK baru menetapkan Kirjauhari selaku anggota DPRD yang menerima uang suap itu.
Kirjauhari dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal-pasal itu mengatur tentang perilaku penerimaan suap.
Sedangkan Annas dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, yang mengatur tentang pemberian suap.
Annas Maamun telah dijerat dengan dua perkara berbeda. Sebelumnya pada 25 September 2014, Annas ditangkap KPK di rumahnya di kawasan Cibubur dan kemudian ditetapkan sebagai tersangka dugaan menerima suap terkait alih fungsi lahan di Riau. Prosesnya kini dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat.
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015