"Saya secara pribadi mendorong adanya UU Jabatan hakim karena (hakim) akan bekerja lebih profesional," kata Gayus kepada Antara, Jumat.
Menurut dia, dengan adanya UU Jabatan Hakim maka para pengadil lepas dari bayang-bayang eksekutif karena perekrutan hingga masalah keuangannya akan diurus sendiri.
RUU Jabatan Hakim saat ini sudah masuk dalam Prolegnas DPR sehingga akan segera dibahas untuk menjadi UU.
Dalam RUU Jabatan Hakim dalam Pasal 15 ayat (1) menyebutkan Penetapan pemenuhan kebutuhan hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung dengan pertimbangan Komisi Yudisial.
Dalam RUU ini juga disebutkan seleksi peserta pendidikan Hakim dilaksanakan oleh Komisi Yudisial berdasarkan permintaan dari Mahkamah Agung.
Hal ini berbeda dengan formasi penerimaan hakim sebelumnya dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Mekanisme penerimaan disamakan dengan penerimaan pegawai negeri sipil (PNS), baik sistem pengkajian maupun promosinya.
Sedangkan dalam RUU Jabatan Hakim bukan lagi PNS melainkan sebagai Pejabat Negara memiliki hak keuangan, hak cuti dan fasilitas.
Dalam Pasal 9 ayat (1) menyebutkan hak keuangan terdiri atas gaji pokok, tunjangan jabatan, penghasilan pensiun; dan tunjangan lain.
Hak cuti yang diatur dalam Pasal 9 ayat (2) menyebut terdiri atas cuti tahunan dan cuti khusus.
Sementara fasilitas yang didapat hakim diatur dalam Pasal 9 ayat (3), yakni rumah negara, fasilitas transportasi, fasilitas kesehatan dan kedudukan protokol.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015