Pretoria (ANTARA News) - "Saya tidak pernah ke Indonesia, ceritakan, apa saja yang menarik di sana, tempat wisata apa yang bagus," kata Tuletho Zwane, warga Afrika Selatan yang tinggal di Johannesburg.
Yang ia ketahui tentang Indonesia hanya sebatas Bandung, tempat Konferensi Asia Afrika pertama digelar, Jakarta, dan tentu saja Bali. Selebihnya, ia lebih mengenal negara tetangga Indonesia, Malaysia, tempat ayahnya biasa berlibur.
"Makanan apa yang menjadi ciri khas Indonesia?" kata wartawati salah satu media di Johannesburg itu.
Tidak hanya Tuletho, petinggi partai berkuasa Afrika Selatan African National Congress (ANC) Zweli Mkhize juga mengaku belum pernah datang ke Indonesia.
Meski berbagi sejarah yang sama melalui Konferensi Asia Afrika, nama Indonesia tidak terlalu bergaung di kalangan masyarakat Afrika Selatan. Mereka lebih mengenal Tiongkok, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
Kondisi itu dibenarkan oleh Duta Besar Indonesia untuk Afrika Selatan merangkap Lesotho, Swaziland, dan Botswana, Suprapto Martosetomo. Masyarakat Afrika Selatan lebih mengenal Malaysia ketimbang Indonesia
Disamping karena hubungan negara persemakmuran antara Afsel dan Malaysia, Suprapto mengatakan Malaysia lebih dikenal karena promosi yang gencar melalui media-media internasional.
"Banyak orang kaya dan menengah di Afrika Selatan, dan mereka lebih banyak yang ke Malaysia. Bahkan masyarakat keturunan Indonesia pun banyak yang memilih ke Malaysia," katanya.
Getok tular
Promosi merupakan salah satu kunci untuk mengenalkan Indonesia ke masyarakat dunia.
Suprapto optimistis angka kunjungan wisatawan asal Afrika Selatan ke Indonesia akan meningkat, seiring dengan peningkatan promosi dan kebijakan bebas visa yang akan diberlakukan Indonesia untuk Afsel.
"Biaya promosi melalui media harus diperbanyak. Agar mereka tahu soal Indonesia ya harus promosi melalui media, itu akan menjangkau dunia," katanya.
Namun, promosi saja belum cukup. Mutu pelayanan mulai dari imigrasi, bea cukai, hingga di lokasi wisata juga harus dijaga.
Selain promosi melalui media, informasi dari mulut ke mulut (getok tular) mengenai keindahan Indonesia juga tidak boleh diremehkan, karena jalur ini juga bisa menyebarkan pesan dengan cepat.
"Jangan sampai orang masuk ke Indonesia merasa dipersulit. Wisata itu getok tular (informasi dari mulut ke mulut), begitu ngomong kalau Indonesia bagus, itu akan cepat menyebar," ujarnya.
Senada dengan Dubes Indonesia, Zweli Mkhize juga berpendapat sama, bahwa diperlukan peningkatan promosi untuk lebih mengenalkan Indonesia kepada warga Afrika Selatan, begitu sebaliknya.
"Ketika anda bicara soal Indonesia di Afrika Selatan, saat anda menyebut Bali, mereka (masyarakat Afsel) akan tahu apa yang sedang anda bicarakan. Padahal, masih banyak yang bisa didiskusikan tentang Indonesia," ujarnya ketika ditemui di ruang kerjanya di kantor Partai ANC.
Menurut dia, pariwisata adalah salah satu sektor penting yang dapat meningkatkan pendapatan negara secara signifikan, serta mempererat hubungan Indonesia dan Afsel.
Ia pun menyebutkan, Afsel juga memiliki banyak tempat tujuan wisata, seperti pegunungan, taman-taman, serta makam Syekh Yusuf. Syekh Yusuf adalah tokoh Islam kelahirsn Makassar, Indonesia yang kemudian diasingkan ke Afrika Selatan.
Ia pun menyarankan agar dibuat paket pariwisata khusus bagi turis Indonesia untuk mengunjungi makam Syekh Yusuf di Macassar, satu kota kecil di Afsel.
Tidak hanya itu, ia juga mengusulkan agar media di Indonesia berkunjung ke Afrika Selatan untuk meliput lokasi-lokasi wisata yang menarik dan melaporkannya kepada masyarakat di Indonesia, demikian sebaliknya.
Komitmen Indonesia
Sementara itu, data statitistik Afrika Selatan menunjukkan, WNI yang berkunjung ke Afrika Selatan pada 2011, sebanyak 4.279 orang, kemudian 6.113 orang pada 2012, dan 6.254 orang pada 2013.
Sedangkan, jumlah warga Afsel yang datang ke Indonesia pada 2013 mencapai 16.928 orang, demikian data yang diolah KBRI Pretoria.
Pada 2014, KBRI mengeluarkan visa untuk 213 orang untuk tujuan wisata, 92 orang untuk bisnis, dan 27 orang untuk tinggal terbatas.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata Arief Yahya menyebutkan, pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara di Malaysia mencapai 9,6 persen. Pada 2013, jumlah wisman yang datang ke negeri jiran itu sebanyak 20,9 juta, dan naik jadi 22,9 juta pada 2014.
Sedangkan Indonesia hanya mencatat pertumbuhan sebesar 7,2 persen. Jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia pada 2013 sebanyak 8,80 juta dan meningkat menjadi 9,43 juta pada 2014.
Tahun ini, Presiden Joko Widodo telah menetapkan pariwisata sebagai sektor andalan.
Pada 2015, sektor ini ditarget mampu menyumbang devisa negara hingga 12 miliar dolar Amerika Serikat degan kunjungan wisatawan mancanegara 12 juta orang.
Target tersebut bisa saja tercapai bahkan melebihi, apalagi setelah Indonesia menetapkan kebijakan untuk membebaskan visa kunjungan bagi turis mancanegara dari 30 negara. Jika diteken, maka total 45 negara yang dinyatakan bebas visa ketika masuk Indonesia.
Ditambah, Kementerian Pariwisata juga mengalokasikan dana sekitar Rp1 triliun untuk promosi, di mana 75 persen di antaranya adalah untuk promosi melalui media global.
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015