Banjarmasin (ANTARA News) - Indonesia merupakan negara yang memiliki sistem sanitasi terburuk ketiga di Asia Tenggara setelah Laos dan Myanmar, kata Sekretaris Koordinator Indonesian Sanitation Sector Development Program (ISSDP), Nugroho Tri Utomo, Kamis.Nugroho dalam lokakarya sanitasi di Banjarmasin menyatakan bahwa sistem sanitasi yang buruk telah berdampak buruk pula terhadap citra Indonesia dalam pergaulan internasional maupun perekonomian."Sebagai ilustrasi saja, dampak ekonomi akibat sanitasi yang buruk itu negara Indonesia mengalami kerugian sedikitnya Rp40 triliun, belum lagi dampak kesehatan dimana masyarakat miskin harus mengeluarkan sedikitnya 25 persen penghasilannya hanya untuk membayar dampak dari sanitasi yang buruk itu", ucapnya.Misalnya saja masyarakat harus membayar pengobatan akibat serangan berbagai penyakit akibat sanitasi jelek itu, membayar keperluan air bersih, membayar keperluan mandi cuci dan kakus (MCK) dan sebagainya. Buruknya masalah penanganan sanitasi di Indonesia itu terlahir akibat adanya anggapan bahwa masalah sanitasi merupakan tanggungjawab masing-masing rumah tangga, dimana sebuah rumah tangga yang sudah menyediakan fasilitas sanitasi yang baik maka dianggap selesai. Padahal seharusnya sanitasi bukan lagi urusan pribadi-pribadi masyarakat tetapi harus menjadi persoalan bersama antara masyarakat dan pemerintah, dan itu harus bersama-sama untuk menanganinya, tidak bisa ditunda lagi dalam penanganan tersebut, katanya didampingi beberapa orang dari ISSDP. Sanitasi yang dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan sebagai usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan masyarakat. Pada lokakarya pembahasan masalah sanitasi dienam kota kantor di Indonesia, dalam kurun 30 tahun terakhir ini pemerintah Indonesia hanya menyediakan dana sekitar 820 juta Dolar AS untuk sektor sanitasi dan artinya hanya Rp200,- per tahun untuk setiap penduduk. Dana itu jumlah yang sangat sedikit mengingat kebutuhan dana untuk itu idealnya Rp47 ribu per orang per tahun. Anggaran pemerintah untuk sektor sanitasi memang sangat minim, apalagi bila dibandingkan dengan anggaran sektor air bersih yang besarnya lebih dari Rp6 miliar Dolar AS untuk periode yang sama, padahal untuk kedua urusan kesehatan masyarakat kedua sektor tersebut memiliki saling ketergantungan yang erat. Apakah jumlah anggaran sektor sanitasi yang kecil itu menjadi penyebab dari tingginya angka kematian anak balita, catatan tersebut menyatakan mungkin saja dan mungkin saja pula tidak. Mengenai penanganan buangan tinja dikatakan pula bukanlah masalah sepele. Seseorang tiap harinya membuang tinja seberat 125-250 gram, jika saat ini seratus juta orang Indonesia tinggal di kawasan perkotaan, maka setiap harinya kawasan perkotaan bisa menghasilkan 25 ribu ton tinja. Selain jumlahnya yang begitu banyak, tinja juga memiliki potensi dampak dari ke-empat kandungannya, dan dampak dampak itu sudah tentu merepotkan. Empat dampak tinja seperti mikroba, sebagian diantaranya tergolong sebagai mikroba patogen, seperti bakteri salmonela typhi penyebab tifus, bakteri vibrio cholerae penyebab kolera, virus penyebab hepatitis A, dan virus penyebab polio, tinja mengandung puluhan miliar mikroba termasuk bakteri koli-tinja. Tinja juga mengandung materi organik sebagian merupakan sisa dan ampas makanan yang tidak tercerna, ia dapat membentuk karbohidrat, dapat pula berupa protein, enzim, lemak, mikroba, dan sel-sel mati. Satu liter tinja mengandung materi organik yang setara dengan 200-300 mg BOD5. Kemudian tinja juga mengandung telur cacing, seseorang yang cacingan akan mengeluarkan tinja yang mengandung telur-telur cacing. Beragam cacing dapat dijumpai di perut seseorang, sebut saja cacing keremi, cacing cambuk, cacing tambang, serta cacing gelang. Satu gram tinja berisi ribuan telur cacing yang siap berkembang biak di perut seseorang. Kandungan lain tinja adalah nutrien, umumnya merupakan senyawa nitrogen (N) dan senyawa fosfor (P) yang dibawa sisai-sisa protien dan sel-sel mati. Nitrogen keluar dalam bentuk solfat, satu liter tinja manusia mengandung amonium sekitar 25 mg dan fosfat seberat 30 mg.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006