Jakarta (ANTARA News) - Indonesia menargetkan bisa mendapatkan devisa senilai 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp12 triliun dari kebijakan pembebasan visa untuk 45 negara.
"Target dari kebijakan ini adalah mendatangkan tambahan satu juta wisatawan mancanegara dengan devisa minimal 1 miliar dolar AS (setara Rp12-Rp13 triliun)," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo dalam rapat mengenai kebijakan pembebasan visa di Jakarta, Rabu.
Guna menyukseskan program tersebut, Indroyono meminta kebijakan itu bisa disosialisasikan kepada masyarakat karena kebijakan tersebut akan membuka lapangan kerja di daerah, terutama di kawasan wisata.
"Masyarakat akan terima langsung devisanya makanya harus bikin cinderamata dan kuliner. Tapi keramahan masyarakat, kebersihan dan sanitasi juga perlu ditingkatkan," katanya.
Indroyono juga mengatakan, atas pertimbangan keamanan, Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti juga memutuskan akan memperluas dan memperkuat satuan polisi pariwisata.
Penguatan satuan polisi pariwisata, kata dia, utamanya akan difokuskan di gerbang pintu masuk kedatangan wisatawan mancanegara yakni Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Bandara Kualanamu Medan, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Ngurah Rai Denpasar serta Bandara Hang Nadim Batam.
"Nantinya polisi wisata akan lebih banyak penempatannya baik secara lokasi maupun jumlahnya," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pariwisata Arief Yahya menegaskan, kebijakan bebas visa dilakukan untuk meningkatkan pelayanan yang pada akhirnya diharapkan bisa mendorong pendapatan.
"Target kita 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp12 triliun itu tidak mudah. Kita buat pabrik apa saja yang hasilnya hampir sama secara langsung dalam setahun juga tidak akan bisa menyamainya," katanya.
Rapat koordinasi yang digelar di Kantor Kemenko Maritim di Gedung BPPT Jakarta, itu juga memutuskan bahwa revisi Peraturan Presiden terkait penambahan jumlah negara bebas visa dari 15 negara menjadi 45 negara paling lambat akan selesai awal April agar bisa langsung diimplementasikan.
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015