Bogor (ANTARA News) - DPRD Kota Bogor, Jawa Barat, berencana membahas hak interpelasi anggota legislatif kepada Wali Kota Bima Arya Sugiarto yang akan dilaksanakan dalam rapat paripurna pada 30 Maret.
"Tanggal 30 Maret itu paripurna tertutup dengan dewan semua untuk menentukan sikap apakah dilanjut (interpelasi) atau tidak," kata Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Bogor Dodi Setiawan di Bogor, Selasa.
Dodi mengatakan hak interpelasi anggota dewan telah disampaikan dan dibahas Badan Musyawarah tetapi belum menemukan kesepakatan sehingga pada 30 Maret ada rapat paripurna tertutup yang diikuti seluruh anggota wakil rakyat untuk menentukan sikap.
Sampai saat ini dari dua fraksi terdapat tujuh orang yang mengajukan haknya, hingga kini sudah ada 22 anggota dewan. Fraksi yang belum menandatangani hak interpelasi adalah Demokrat, PKS dan juga PAN.
"Fraksi Demokrat akan mendatangani jika data-data itu akurat dan valid. Kami masih mengedepankan azas praduga tidak bersalah. Kita akan tanda tangan jika data lengkap," kata Dodi yang juga Ketua Fraksi Partai Demokrat itu.
Dia mengatakan Fraksi Partai Demokrat masih ingin mengumpulkan data-data yang akurat, jika data untuk mengajukan interpelasi telah lengkap, maka baru akan menandatangani pengajuan hak tersebut.
Isu interpelasi terhadap Wali Kota Bima Arya Sugiarto masih sebatas tarik ulur dalam DPRD, sementara pemeriksaan dugaan adanya penyimpangan dalam pembelian lahan pasar Jambu Dua milik swasta Angkahong telah masuk Kejaksaan dan sudah ada peningkatan status.
"Informasi di Kejaksaan sudah ada peningkatan status. Kami pantau terus perkembangan kasus ini. Yang pasti Demokrat paling depan, jika ada masalah dan kejanggalan kami akan tegas bersikap, apalagi terkait uang rakyat, APBD yang disalahgunakan," kata Dodi.
Namun Dodi menegaskan partaianya tetap fokus pada hak interpelasi, bukan hak angket.
Komisi A DPRD Kota Bogor berencana mengajukan hak angket setelah hak interpelasi yang disampaikan secara informal dalam pertemuan-pertemuan dengan wali kota tidak terjawab.
Kisruh antara DPRD dan Pemerintah Kota Bogor terkait pembelian aset lahan Pasar Jambu Dua. Dalam kasus pembelian lahan milik pengusaha Angkahong, Komisi A DPRD menemukan kejanggalan terkait dokumen lahan dan adanya dugaan "mark up" dana pembelian lahan yang diperuntukkan bagi relokasi pedagang kaki lima MA Salmun.
"Dalam tiga kali rapat DPRD dengan Pemerintah Kota, kami berkali-kali menanyakan dan meminta dokumen data kepada Wali Kota tetapi hingga kini dokumen itu belum juga diserahkan," katanya.
Rencana hak interpelasi kepada Wali Kota Bogor telah diusulkan kepada Badan Musyawarah DPRD dan tinggal menunggu jadwal paripurna untuk meminta jawaban dari wali kota terkait kecurigaan anggota dewan.
"Bisa jadi sebelum paripurna, karena upaya bertanya kami sampaikan tetap tidak mendapat jawaban, pada saat Bamus bisa diusulkan untuk hak angket," katanya.
Data yang diminta Komisi A DPRD adalah dokumen kepimilikan pihak ketiga (Angkahong) di Pasar Jambu Dua di mana dari 7.302 meter per segi lahan yang dibeli Pemerintah Kota Bogor senilai Rp43,1 miliar ada aset negara seluas 1.400 meter per segi.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015